Belajar dari Om Jono
(Kisah ini saya kirim ke Islamedia, Inspirasi, berharap di publish) Matanya memang tidak bisa melihat, tetapi tidak dengan hatinya. Dialah Om Jono, begitulah aku biasa memanggilnya. Hatinya menyala terang, bahkan sangat terang, Ia tidak mau menjadi peminta-minta, seperti orang-orang buta lainnya yang sering aku lihat di jalan-jalan atau angkutan umum. Tetapi memilih menjadi tukang pijat, pekerjaan yang lebih terhormat katanya, dibanding menjadi pengemis. Aku mengenal Om Jono setelah menikah dengan istriku, bahkan dengan keluarganya ikut hadir saat pernikahanku. Dulu, sewaktu almarhum ayah mertua masih hidup, menjadi tukang pijat langganan ayah mertuaku. Sekarang kebiasaan memijat itu, diteruskan ke menantunya, yaitu aku. Hampir sebulan sekali Ia datang ke rumah untuk memijat. Rasanya hati ini tidak tega, setiap kali Om Jono menelpon, mau datang ke rumah, walaupun kadang-kadang badanku sedang tidak pegal-pegal amat. Om Jono ini orangnya suka bercerita. Disela-sela dal