Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Boleh Nikah Lagi, Asal...

Aku biasa berdiskusi dengan istri, tentang apapun.   Dari hal yang paling sederhana, membeli sepatu misalnya, atau hal yang merancang masa depan, sekolah anak-anak, atau untuk menentukan jodoh anakpun sering kami diskusikan. Termasuk kali ini, diskusi tentang pekerjaanku.   Sebagai PNS, aku harus siap bila ditempatkan di daerah kerja mana saja.    Aku sampaikan ke istri, bagaimana seandainya di tempatkan jauh dari rumah di Jakarta?   Apakah istri, tentunya dengan anak-anak, akan mengikuti aku?   Ternyata dengan banyak pertimbangan Istri dan anak-anak tetap memilih tinggal di Jakarta.    Anak-anak yang masih sekolah menjadi pertimbangan utama. Tentu kalau semua ikut pindah akan banyak lagi membutuhkan biaya.   Sementara, tidak ada biaya yang disediakan oleh kantor untuk hal-hal seperti ini.   Belum lagi anak-anak yang sudah nyaman berada di lingkungan rumah, sekolah, banyak teman, kalau kemudian harus menyesuaikan di tempat yang baru, butuh waktu lagi. Alasan lain,

PAIJO Dua

Malam itu, segera aku berikan amplop dari Paijo pada istriku.   Istriku belum tidur, sedang nelpon dengan adiknya. Aku yakin amplop itu isinya uang, tapi belum tahu jumlahnya.   Aku bilang ke istri, itu amplop diberi Paijo buat liburan kita.   Karena sebelumnya dia pernah tanya, liburan akhir tahun kemana? Aku jawab tidak kemana-mana, karena kantor juga tidak memberi cuti.    Sebenarnya, aku sedang tidak ada cukup uang untuk liburan anak-anak.   Tetapi aku juga tidak enak hati berterus terang ke Paijo, tetapi mungkin Paijo tahu kondisiku.   Maka Paijo memberiku uang buat liburan. Istriku gembira sekali, segera malam itu menghubungi adik-adik dan ibunya untuk ikut liburan besok,   Insya Allah biaya ada, kata istriku.   Termasuk anakku yang pertama, malam itu masih bangun, juga ikut senang, lama sekali dia menginginkan liburan.   Karena sudah lama memang, seingat aku, lima tahun, kami tidak pernah lagi pergi liburan yang menginap. Kami berangkat rombongan 3 keluarga, total

PAIJO

Namanya Sri Giyanto, tetapi biasa di panggil Paijo.   Ia juga suka dengan panggilan itu.   Tahun 88-91 siapa yang tidak kenal Paijo di SMA N 1 Klaten ?.   Ia orang terkenal.   Hampir semua siswa mengenalnya.   Orangnya kecil, tetapi nyalinya besar.   Banyak di takuti orang, karena dikenal jago berantem.   Bahkan banyak teman-teman Paijo itu para preman. Mungkin Paijo tidak kenal aku, tetapi aku mengenal dia.   Karena aku banyak mendengar cerita tentangnya dari kawan-kawan. Setelah lulus SMA, kami diterima di STAN.   Banyak yang heran, seorang Paijo dapat di terima di sekolah kedinasan yang dikenal sulit untuk bisa masuk.     Saat ospek, aku satu kamar kost dengannya.   Kami biasa mengerjakan tugas-tugas ospek secara bersama.   Mulai dari sini aku lebih mengenal Paijo.   Karakternya, kebiasaannya, kelakuannya, dll.    Ketika mulai perkuliahan dia pindah kost, tetapi kami masih sering bertemu, saat ada acara di organisasi kedaerahan, misalnya, menjadi ajang guyonan k

Lelaki Biasa

Lelaki itu biasa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, mencuci, menyapu, mengepel, menyeterika, memandikan anak-anak, menyuapi, ketika istrinya harus tergolek lemah di tempat tidur.   Bahkan belanja sayuranpun sering dilakukan.   Hampir semua jenis pekerjaan istri pernah dilakukan, mungkin hanya melahirkan saja yang belum pernah dilakukan. Lelaki itu biasa tidur agak larut karena harus menemani anak-anaknya bermain, belajar, atau hanya sekedar minta dibacakan sebuah buku.   Sering juga terbangun tengah malam, karena anaknya minta di temani ke kamar mandi, lagi-lagi seringnya istrinya yang sakit tidak boleh diganggu. Lelaki itu biasa minta izin, meninggalkan pekerjaan kantor, karena harus menemani istri ke dokter untuk periksa atau kontrol rutin penyakitnya.   Pernah suatu ketika istrinya periksa sendirian, tanpa ditemani, karena Lelaki itu ada pekerjaan kantor yang harus diselesaikan.   Menjelang siang,   demi membaca profile status di BB-nya, emosinya meledak ketika

Baru Kenal, Diminta Kawin

Sedang hangat-hangatnya berita Haji 1434 H, aku jadi teringat pengalamanku.   Ini kisah nyata, dua tahun yang lalu saat berangkat umroh.   Di Masjid Nabawi Madinah, setelah sholat Maghrib aku biasa tidak balik dulu ke Hotel.   Sambil menunggu Isya’ aku biasa membaca Al-Qur’an.   Termasuk kali itu, ketika asyik membaca Al-Qur’an ternyata ada orang dibelakangku memperhatihan sejak tadi, terlihat dari sudut ekor mataku seperti ada yang memeprhatikanku.   Tetapi Aku hiraukan saja, karenanya kuteruskan membaca Al-Qur’an. Tiba-tiba dia menggeser duduknya, maju ke depan, dan sudah berada di sampingku.   Sambil merangkul pundakku, dia mengajak bicara dalam bahasa Arab.   Tentunya Aku tidak paham, kemudian aku katakan padanya “Can You Speak English?” . Akhirnya dia bicara dengan bahasa Inggris, tiba-tiba menyuruh aku melanjutkan membaca Al-Qur’an.   Dia menyimak sebentar, lalu mengatakan bahwa bacaan Qur’anku cukup baik.   Hanya perlu diulang-ulang dan diseringkan saja. Setelah