Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2010

Episode Cinta Lelaki Kecil

Oleh Abu Fathi Lelaki Kecil itu kembali bercerita, mengenang perjalanan cintanya yang sampai hari ini belum berakhir dan akan terus berlanjut sampai jiwanya menghadap pada Sang Pemilik Sejati, Allah SWT. Karena jauhnya perjalanan, maka Lelaki Kecil ini tidak jarang melakukan jeda sejenak, istirahat, mengevaluasi diri barangkali dalam setiap perjalanan cintanya masih banyak hal yang harus disempurnakan. ------------ Seperti yang diutarakan Lelaki Kecil itu, suatu hari, sedang berduaan saja dengan istrinya. Ketika semua buah hati mereka berdua telah terlelap dengan mimpinya. Malam yang hening dengan taburan hujan rintik-rintik, menambah suasana menjadi romantis untuk mengungkapkan semua perasaan terbaiknya pada kekasihnya. Ungkapan yang disertai dengan kecintaan tentunya. Lelaki Kecil itu memanggil istrinya dengan suara lembut, “Kekasihku…sepertinya sudah lama kita mengarungi perjalanan hidup ini. Ada nggak sesuatu yang belum Abi lakukan buat Umi ?” “Hmm…sepertinya ada,

Lelaki Kecil itu Belajar Meniti Cinta

Oleh Abu Fathi Lelaki kecil itu bercerita, bahwa dia hanya orang biasa saja, dari keluarga yang sederhana, tetapi kelak ketika sudah menikah, dia tidak mau menjadi seorang suami yang biasa saja. Ia ingin menjadi suami pecinta, yang mencintai pasangannya karena Allah. Dan akan memberikan cinta terbaiknya pada pasangannya. Memang awalnya biasa saja, ketika Lelaki Kecil ini ingin menikah adalah karena hasrat ‘jiwa mudanya’ yang begitu menggelora. Untuk agar jiwa mudanya itu tidak dijatuhkan pada tempat yang salah, maka menikahlah dia. Dalam pernikahan yang sederhana, mulailah hari itu Lelaki Kecil itu menjadi seorang suami. Mulailah dia menjadi seorang pembelajar cinta. Sudah lebih dari 12 tahun Lelaki Kecil itu belajar meniti cinta, tetapi tetap saja dalam setiap perjalanan rumah tangga cintanya adalah pembelajaran. Ya, pembelajaran untuk saling cinta. Cinta kepada pasangannya, kekasihnya, istrinya tentunya. Sudah menjadi sunatullah…manusiawi, seorang pembelajar akan menem

Ketika Ibuku Menangis…

Oleh Abu Fathi Ketika aku masih seusia Sekolah Dasar, aku mempunyai seorang nenek. Oh ya, nenekku ini adalah ibu dari ibuku. Nenekku seorang yang sangat sederhana, ia bukanlah orang yang berpendidikan tinggi, bahkan berbahasa Indonesiapun tidak bisa. Ia hanya bisa berbahasa lokal yaitu sunda. Tetapi ada satu peristiwa yang sampai sekarang aku masih teringat ketika seusia itu. Sehingga peristiwa itu menginspirasi saya untuk menuliskannya di Hari Ibu ini, tanggal 22 Desember. Nenek saya hidup di salah satu kampung di kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Sedangkan kami hidup merantau jauh dari kampung nenek saya yaitu di Klaten, Jawa Tengah. Kami sering pulang kampung ke Ciamis ketika menjelang hari raya Idhul Fitri. Nah, ini yang akan aku ceritakan… Setelah Idhul Fitri kami bersiap untuk kembali pulang ke Klaten. Setiap kami akan berpisah, nenek selalu melepas kepergian kami dengan tangisan, sehingga nampak wajahnya basah dengan air mata. Peristiwa ini terus berulang, nenek

Maka… Tersenyumlah…

Oleh Abu Fathi Hidup ini pada dasarnya adalah kumpulan dari peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang terus berulang. Peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang berulang itulah yang sebenarnya akan menentukan warna pada kehidupan kita. Warna seperti apa yang kita inginkan?... tergantung bagaimana kita ‘memaknai’ setiap peristiwa yang terus berulang itu. Seringkali kita kurang ‘memaknai’ keberulangan itu, karena menganggap tidak ada apa-apa dalam peristiwa itu, atau karena hal-hal yang kecil saja, padahal tidak. ‘Memaknai’ setiap peristiwa itu adalah termasuk bagaimana kebiasaan-kebiasaan kita yang kita lalui setiap hari didalam berumah tangga. Banyak hal yang bisa kita lakukan, satu saja misalnya, menunjukkan muka yang ramah dihadapan istri dan anak-anak kita, muka yang selalu tersenyum. Sudahkah kita menjadi orang yang selalu tersenyum didepan mereka? Atau tersenyum setiap ketemu dengan Saudara-saudara kita, teman-teman di halaqoh, tetangga di rumah, atau teman-

Mbak Irah Membawa Asa...

Mbak Irah telah kembali dari pulang kampungnya, banyak asa yang dia bawa, termasuk ingin menyelesaiakan prahara rumah tangga bersama suaminya. Dia mulai lagi dengan kebiasaan sehari-harinya, membantu nyuci gosok dirumah-rumah di komplek tempat saya tinggal, bahkan sampai 3 pintu di lakonin, demi hidup dan sekolah anaknya. Kembali hari itu dia datang ke rumah saya, membantu nyuci dan gosok, datang pukul 07.30 pagi dan nanti sekitar pukul 09.00 telah selesai. Kalau masih ada waktu luang atau ketika istri ada keperluan keluar rumah, kadang-kadang mbak Irah ikut membantu memasak, walaupun sebenarnya kegiatan memasak ini biasa dikerjakan oleh istri saya. Tetapi hari itu lain, jam di dinding sudah menunjukkan pukul 9 lebih, mbak Irah belum beranjak pulang, walaupun sebenarnya tidak ada lagi pekerjaan yang harus diselesaikan. Sepertinya ada sesuatu yang akan disampaikan pada istri saya, tetapi susah terucap dari mulut mbak Irah. Istri saya menangkap gelagat ini, segera saja istri mem

Mbak Irah Pinjam Uang

Hari Senin, 8 November 2010, aku sedang berusaha merutinkan shoum sunah , walaupun tidak sahur. Aku mulai berkomitmen untuk melakukan shoum sunah Senin Kamis setiap pekannya. Begitu juga hari ini, walaupun sepertinya agak lunglai raga ini, Insya Allah aku tetap puasa. Karena untuk menjadikan kebiasaan baik itu menjadi karakter yang melekat pada seseorang, awalnya harus dipaksakan dulu. Nanti setelah itu berjalan mengalir saja. Ini pendapat Penulis lho… Dengan shoum mampu membatasi gejolak nafsu yang ada di raga ini, karena pada kondisi badan yang lunglai karena menahan rasa haus dan lapar, maka keinginan nafsu yang cenderung pada kemaksiatan dapat dicegah, minimal dibatasi. Salah satunya dengan shoum membatasi kita banyak ngomong, cenderung diam tapi berfikir, dengan mengurangi ngomong, artinya mengurangi salah ngomong. Semakin sedikit salah ngomong, mengurangi berbuat dosa. Seorang Rasulullah pun, selalu melakukan shoum Senin Kamis, bahkan kadang-kadang karena pagi hariny

WIRA TANI, Toko Pertanian Yang Dekat Dengan Petani

( Tulisan ini pernah dimuat di koran digital "Warta Delanggu" ) Kota Delanggu adalah daerah yang sangat sejuk, berada diwilayah kaki perbukitan Gunung Merapi. Sepanjang mata memandang terhampar luas sawah, pertanian, dan ladang-ladang yang menghijau. Kalau Anda sering mendengar atau bahkan makan nasi dari beras “Rojo Lele Delanggu”, di kota yang sejuk inilah tanaman padi itu tumbuh subur. Pertanian menjadi lahan pekerjaan sebagian besar masyarakatnya. Delanggu adalah sebuah kota Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Klaten. Bersebelahan dengan Kota Delanggu, yang masih berada di Kabupaten Klaten juga, terdapat Kecamatan Karang Anom. Di sini juga masih banyak terdapat lahan pertanian, sehingga disetiap kanan kiri jalan banyak ditumbuhi tanaman padi, jagung, cabai, tomat, mentimun, yang sangat terawat dengan baik. Ya memang, Petani-petani itulah yang setiap hari merawat sawah-sawah dan ladang-ladang mereka. Kehidupan para petani di Karang Anom sangatlah se

SIAP KERJA LAGI USAI MUDIK

( Tulisan ini pernah di muat di koran digital "Warta Delanggu" ) Perjalanan jauh seperti mudik dengan menggunakan mobil pribadi, ibarat kerja keras sampai lembur-lembur. Nggak hanya Pengemudi, tetapi juga mobilnya. Dan jangan lupa mobil juga perlu perawatan, tidak cuma manusia saja yang perlu perawatan. Mobil yang biasanya digunakan dengan perjalanan di dalam kota untuk ke kantor, saat mudik mobil dipakai dengan kondisi di luar kebiasaan, menempuh jarak yang jauh dan waktu yang lama. Nah tentunya akan mempengaruhi kondisi mobil, dan ini membutuhkan kembali perawatan. Biar kembali fresh dan siap tempur lagi menemani hari-hari kerja Anda, siapkan cek-cek kembali kondisi mobil Anda, oli mesin, air radiator, brake pad, lampu-lampu, ban. Nah perawatan mobil itu adanya di bengkel, bukan di Salon Kecantikan. Apalagi bagi para Eksekutif yang super sibuk, tidak sempat lagi merawat mobilnya sendiri. Dan untuk merawat mobil Anda kembali, kami dengan senang hati menya

Lelaki Kecil: Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku

Lelaki Kecil: Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku : "“Bukunya Ustadz”, begitu Bapak itu menjajakan bukunya pada setiap orang yang ada di kantor termasuk kepada saya. Dan, setiap orang yang dis..."

Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku

“Bukunya Ustadz”, begitu Bapak itu menjajakan bukunya pada setiap orang yang ada di kantor termasuk kepada saya. Dan, setiap orang yang disapanya dipanggilnya ustadz. Hari itu adalah Kamis, Ramadhan 1430 H, hari yang ke-20. Bapak Tua Penjual buku itu datang menghampiri, ketika saya sedang bekerja. Secepat kilat Bapak itu mengeluarkan sebuah buku yang cukup tebal, judulnya “Tafsir Al Qur’an Per Kata” yang dikarang oleh Dr. Ahmad Hatta, MA, terbitan Al Maghfiroh. Sebenarnya hari itu saya sedang tidak ada keinginan untuk membeli buku, tetapi nggak enak juga rasanya harus cepat-cepat mengusir Bapak itu dari meja kerja saya. Kemudian saya pura-pura bertanya saja, “Ada buku yang lain nggak Pak?”. “Wah, nggak bawa ustadz. Habis lagi puasa, lemes rasanya bawa buku banyak-banyak ”. Jawab Bapak itu. Alhamdulillah…, untung nggak bawa buku-buku yang lain. Coba kalau ada, kan nggak enak juga kalau nggak beli, he…he… “Bapak puasa juga?”. “Alhamdulillah, masih puasa ustadz. Kalau

Subhanalloh… Istriku Antar Jemput Sekolah

Hari ini Senin, 20 September 2010 mulai aktivitas baru, setelah sepekan lebih libur lebaran. Aku kembali kerja, anak-anakpun mulai masuk sekolah, tetapi ada yang berubah mulai hari ini. Ya, aku harus berangkat lebih pagi karena telah punya kantor baru, dan ternyata jaraknya lebih jauh dari rumah dibanding kantor yang lama, sehingga harus berangkat lebih pagi. Kebiasaan rutin pagipun menjadi berubah, yang biasanya anak-anak gadis saya, Kakak ‘Afaf dan Kak Difa, berangkat ke Sekolah dengan saya, pagi ini masih terlelap dengan mimpinya. Sepulang dari Masjid, setelah menunaikan sholat subuh, aku membaca dzikir Al-Ma’tsurat . Istripun sedang menyiapkan air panas buat mandi. Dan untuk sarapan pagi, Istri membuat nasi goreng, hari itu istri sedang tidak sholat. “Mih…, aku sarapannya di kantor aja… Tolong siapin omprengannya ya…?” Pintaku pada istri setelah keluar dari kamar mandi. “Aku dah siapin kok di meja, makan di rumah aja, masih sempat, baru jam 5.30.” kata istriku Aku sa

Kak Difa Menagih Janji

“Besok hari Sabtu kita jalan-jalan ya Bi?”. Kata anakku yang nomor dua, Kak Difa, ketika saya sampai di rumah sehabis sholat maghrib di Masjid. Aku sedikit kaget mendengar permintaan anakku. Padahal pekan ini kan sedang ada ulangan akhir semester, belum lagi pekan depannya dilanjutkan ulangan praktek. Di sekolah tempat anak saya belajar, SDIP Baitul Maal, memang ketika ulangan akhir semester, ada dua jenis ulangan. Sepekan untuk ulangan tertulis dan satu pekan lagi ulangan praktek. “Lho, kak Difa kan masih ada ulangan, nanti kalau sudah selesai ulangannya, baru kita jalan-jalan”. “Kan kemarin aku sudah masuk sekolah dari Senin sampai Jum’at.” Kata anak saya, Difa. “Kata Abi, kalau aku masuk sekolah Senin sampai jum’at, hari Sabtunya boleh jalan-jalan.” Kata anakku memberikan alasan kenapa Ia mengajak aku pergi jalan-jalan. Ah.., aku jadi teringat sepekan sebelum dia ulangan, anakku ini mogok pergi ke sekolah. Lalu aku tawarkan padanya, bahwa kalau dia rajin sekolah,

Abi di Kantor Ngapain?

Haqi : “Halo, assalamu’alaikum.. ini siapa?” Abi : “Ini Abi sayang, ini abang Haqi ya? Abang Haqi lagi ngapain?” Haqi : “Abang lagi main sama dede’, Abi dikantor ya? Abi di kantor ngapain?” Abi : “Abi dikantor kerja sayang?” Haqi : “Iya kerja…, tapi ngapain?” Abi : “Abi baca… terus nulis… terus baca lagi… terus ngetik…” Haqi : “Terus ngapain lagi?” Abi : “Terus istirahat… terus sholat… terus makan.” Haqi : “Abi di rumahku aja… nulis dirumah aja… makan dirumahku aja.” Itulah sebagian percakapan dengan anakku Haqi, kelas TK kecil, suatu siang, ketika aku sedang bekerja di kantor. Seringkali aku menyempatkan menelpon anak-anak ketika sedang jauh dari mereka. Aku sekedar ingin mengetahui apa yang mereka kerjakan ketika tidak disampingku. Aku cukup menikmati berkomunikasi dengan mereka. Ya, menikmati, banyak hal-hal yang menakjubkan dari hanya sekedar percakapan. Dengan berkomunikasi, anak-anak akan mengeksplore yang ada di pikiran mereka. Dan disitulah ban

Setiap Anak Itu Unik

Hari itu Rabu, 25 November 2009/8 Dzulhijjah 1430 H anak saya yang nomor dua, Salwa Nadifa Muhafidzoh, kelas 2 SD, kembali tidak mau sekolah untuk yang kesekian kalinya. Ini entah yang keberapa, saya sampai tidak ingat..he..he.., karena seringnya anak saya ini tidak mau berangkat ke sekolah. “Hari ini Kak Difa sekolah kan…?” tanya saya pada anakku yang sedang sedang duduk di kursi, setelah dia keluar dari kamar mandi. Kenapa saya tekankan untuk mau berangkat sekolah, karena hari ini dia bangun cukup pagi. Ya, pukul 05.00. Dan biasanya ketika anak saya ini dari pagi sudah bangun, maka Ia akan memulai aktivitasnya dengan semangat, termasuk berangkat ke sekolah. Ternyata dugaan saya meleset, walaupun sudah bangun pagi, Kak Difa tetap pada pendiriannya… tidak mau sekolah!!. Sebab sebelum-sebelumnya sudah saya tandai, kalau hari itu tidak mau berangkat sekolah, pagi-pagi dibangunin agak susah. Atau kalau pun sudah bangun, tetap pura-pura masih ngantuk. Nah, ini tanda-tanda anak s

Untuk Anak-anakku, Nikmatilah Duniamu

Hari itu, Senin tanggal 8 September 2008 aku mengajak anak-anakku Afaf, Difa, Haqi dan keponakanku Azzah untuk menonton film ‘Laskar Pelangi’ di Studio 21 Bintaro Plaza. Saya sengaja mengajak mereka untuk menonton film itu. Kata orang-orang yang sudah menonton, film itu sangat inspiratif, terutama untuk anak-anak yang masih sekolah. Film itu memberikan ‘ruh’ yang sangat luar biasa, bahwa anak-anak yang kurang mampu secara ekonomi dengan segala keterbatasannya, tetapi bersemengat untuk sekolah. Tidak seperti sebagian anak-anak sekolah di Jakarta sekarang, bukannya belajar yang ada malah tawuran. Tetapi Saya tidak ingin bercerita tentang alur cerita dalam film itu, saya sengaja ingin melihat tingkah anak-anak saya ketika mereka berada di lingkungan yang di luar kebiasaanya sehari-hari yaitu di dalam gedung Bioskop. Saya juga ingin melihat bagaimana anak-anak saya ‘memaknai’ film tersebut, bagaimana anak-anak saya akan ‘mengeksplor’ kembali cerita-cerita yang ada dalam film terseb