Aku (Masih) Berani Berdiri

(Kisah, kirim ke Buku Berkah 2)


Aku biasa mengajar pelatihan brevet pajak, seringnya hari Sabtu. Dalam dua bulan, tiap Sabtu, biasa aku mengajar materi KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). Ada pengajar lain, untuk materi lainnya. Setiap satu kelas pelatihan, selesai dalam waktu lima bulan. Sehingga tiap tahun biasanya aku mengajar untuk dua kelas, kadang-kadang kalau lagi ramai peminat, bisa sampai empat kelas, pagi dan siang.

Dengan sepeda motor, biasa aku tempuh perjalanan ke Depok, di sebuah Universitas ternama di Negeri ini. Tetapi sudah hampir dua bulan, motor kesayanganku nganggur tiap Sabtu, hampir dua bulan ini belum ada jadwal mengajar untuk aku. Padahal biasanya, bulan-bulan ini ada kelas baru. Dan kebetulan juga, bulan sebelumnya sedang ramai-ramainya pemberitaan Gayus. Bahkan sampai saat itu pun, masih hangat beritanya. Seorang pegawai pajak terduga korupsi, yang tertangkap ketika melarikan ke Singapura.

Karena peristiwa tertangkapnya Gayus itu, aku jadi menduga-duga. Berfikiran negatif, jangan-jangan tidak ada pelatihan brevet pajak lagi. Karena tidak ada peminat yang mau ikut, atau bahkan pihak universitas sendiri yang menutup, tidak membuka kelas brevet. Pikiran burukku kembali berlanjut, wah kalau tidak mengajar lagi, tambahan periuk nasiku jadi hilang. Ah, tapi kan masih bisa mengajar di tempat lain, gumamku untuk menghibur hati.

Setelah lama kutungu-tunggu, suatu ketika di malam hari, saat sedang ada di rumah, tiba-tiba sebuah SMS masuk ke HP-ku.

“Tet…tet…tet…”

Cepat-cepat kubuka HP yang kebetulan ada dimeja makan, tidak jauh dari aku berdiri. Segera kulihat di inbox. Terlihat nama seseorang yang mengirim SMS. Ya, dia adalah koordinator pengajar, seorang Kepala Seksi di salah satu KPP di Kalimantan. Dulu, sekitar tahun 2005, sebelum modernisasi, Ia masih menjadi Korlak Keberatan PPh di Jakarta. Dan aku, salah satu petugas di Seksi Keberatan itu. Karena Bapak inilah, aku diajak ikut mengajar di Universitas tersebut. Walaupun sekarang ada di Kalimantan, tetapi masih menjadi koordinator pengajar. Karena

Beliaulah yang merintis kelas brevet pajak di universitas itu.
Hatiku berbunga, karena aku menduga, Bapak itu akan memberi jadwal mengajar untuk aku. Ternyata, dugaanku tidak meleset.
“Assalamu’alaikum, Insya Allah ada jdw ngajar KUP di Depok tgl 12 Februari, bisa ya?”
Segera aku jawab.
“Wa’alaikumussalam, Insya Allah bisa Pak. Thx”

Alhamdulillah, akhirnya akan ada juga jadwal mengajar, setelah sekian lama menunggu. Walaupun agak terlambat memang.

Setelah hari itu, pikiran jelekku berubah. Menjadi pikiran yang baik. Ternyata kelas brevet pajak masih diminati, artinya peristiwa tertangkapnya Gayus itu, tidak banyak berpengaruh terhadap minat masyarakat yang akan belajar pajak. Termasuk masyarakat itu adalah para siswa brevet pajak, yang biasanya banyak dari kalangan karyawan. Kalaupun mahasiswa, yang sudah di tingkat akhir, sebagai bekal untuk mencari pekerjaan nantinya kalau lulus.

Aku sudah tidak sabar menunggu tanggal 12 Februari, walaupun masih sepekan lagi. Sepertinya tangan ini sudah gatal, ingin segera menulis di white board, menjelaskan segala hal tentang KUP, dihadapan para siswa.

Tetapi ketika hari Jum’at sore, pas sehari sebelum jadwal mengajar tiba, aku dikejutkan dengan SMS dari Bapak itu. Waduh… ada apa lagi nih, pikirku.
Segera kubaca SMS yang masuk di HP-ku.
“Afwan Pak, jdw ngajar diundur tgl 26. Trm Ksh…”

Wah…, ternyata jadwal mengajar diundur! Pikiran jelekku yang dulu sempat redup, kini muncul lagi.

Kenapa diundur? Karena peminatnya sedikit? Sehingga menunggu kelas penuh. Ah, gara-gara peristiwa Gayus nih.

Lintasan-lintasan jelek itu sempat mengisi pikiran di kepalaku lagi, tapi cepat-cepat aku alihkan saja. Toh, masih ada jadwal mengajar, walaupun diundur. Yang penting masih ada kesempatan, untuk menambah uang jajan anak-anakku. He…he…
Walaupun masih dua pekan, malamnya aku tetap buka-buka lagi materi KUP. Undang-Undang KUP dan penjelasannya itu aku pantengin, pasal perpasal. Karena memang niatnya, Jum’at malam membaca-baca materi itu. Seperti sudah terprogram sebelumnya, bahwa besoknya, harus menyampaikan materi itu. Sehingga bisa lebih siap, saat menjagar di depan kelas nantinya.
…………………..

Hari yang ditentukan tiba, Sabtu 29 Februari 2011, hari pertama aku mengajar di kelas baru, bersamaan sedang ramainya peristiwa Gayus. Aku sudah siapkan mental, pasti akan banyak siswa yang menanyakan tentang kasus itu. Perkiraanku, minimal mereka setidaknya akan menyamakan bahwa semua pegawai pajak berperilaku seperti Gayus.

Mengajar kali ini suasana nya akan lain tentunya, berbeda sebelum ada peristiwa Gayus. Aku agak sedikit cemas, bukan karena kurang persiapan materi. Tetapi karena kasus itu, rasanya malu berdiri tegak di depan kelas. Tetapi karena bayangan anak-anakku masih kecil-kecil, segera aku buang jauh-jauh perasaan cemas itu. Mengajar ini pekerjaan halal, dan yang terpenting adalah, aku tidak melakukan seperti yang dilakukan oleh Gayus.

Dari rumah kupacu motorku dengan tidak terlalu kencang. Sengaja aku berangkat agak pagi Sabtu itu. Mengingat hari pertama, sehingga harus mengetahui dulu kondisi kelas baru. Untuk dapat menguasai medan, sebelum mengajar. Ibarat perang, harus tahu dulu kondisi musuh yang akan kita hadapi, seberapa jauh kekuatan mereka.

Sehingga, berapa jumlah siswanya, latar belakang pendidikannya, pekerjaannya, adalah bagian yang harus kuketahui lebih dulu. Semua data itu biasanya sudah tersedia di administrasi. Dan aku ingin, hari itu lebih banyak waktu di administrasi sebelum mengajar.

Mulailah aku masuk kelas, tepat pukul 08.30. Ternyata ruangan masih belum penuh, masih banyak bangku kosong. Mungkin baru separuhnya terisi.

Seperti biasa, sebelum mengajar materi KUP, aku memperkenalkan diri dulu. Termasuk pekerjaanku sebagai Account Representative di KPP Badan dan Orang Asing Satu. Dan benar juga dugaanku, belum juga selesai mengenalkan diri, ada seorang siswa yang nyelethuk, temennya gayus ya… Walaupun samar-samar, tapi aku mendengarnya. Segera aku jawab, bahwa gayus itu oknum saja, masih banyak orang-orang baik di DJP. Dan orang-orang baik ini, yang akan memberi warna di DJP. Warna yang lain karena kebaikan orang-orang itu. Apalagi sekarang DJP sudah modernisasi, sudah sangat terbuka, banyak sarana untuk pengaduan, bahkan aku tantang silahkan laporkan, kalau diantara kalian menemukan pegawai pajak yang curang, segera adukan. Itulah jawabanku, sehingga aku berharap tidak akan ada lagi celethukan, atau pertanyaan serupa dikelas itu.

Justru hebatnya lagi adalah, ternyata kelas baru itu terisi penuh, dengan jumlah siswa yang ada di daftar absensi 47 orang. Padahal biasanya hanya 25 orang per kelas, atau paling banter 30 orang. Diluar dugaan saya, ternyata ditengah DJP yang sedang ditempa ‘masalah’, ternyata masih banyak orang menaruh harap, buktinya masih banyak orang yang mau belajar pajak.

Selama kelas berlangsung, berjalan normal, tidak ada lagi celethukan-celethukan yang sebelumnya aku kuatirkan. Bahkan cenderung serius belajar, terbukti banyak sharing tentang perpajakan yang mereka tanyakan. Sehingga dengan tenang dan lancar aku menyampaikan materi KUP sampai pukul 12 siang.

Alhamdulillah, mengajar hari itu aku lalui dengan perasaan lepas. Aku masih berani berdiri tegak, mengajar di depan kelas, ditengah badai yang sedang menimpa institusiku.



Jakarta, 10 Agustus 2011
Abu Fathi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Subhanalloh… Istriku Antar Jemput Sekolah

Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku

Sepenggal Cinta Murobbiku