Hari Pertama Umroh

(Seri Umroh Bagian II)



Hari pertama di Mekah, luar biasa, walaupuan dini hari, ternyata masih menyemut orang-orang melakukan tawaf.  Termasuk rombongan aku, dengan semangat membara, para jamaah umroh yang sudah rata-rata berumur itu melakukan sunah tawaf.  Sekali-kali aku bersama Abu Hamzah, sengaja terlepas dari rombongan, karena aku ingin lebih puas menikmati ka’bah dan sekelilingnya.  Aku berusaha mendekat ka’bah sendirian, Alhamdulillah… terpegang juga dinding ka’bah itu, walaupun belum bisa mencium hajar aswat.  Dan, aku berazam, nanti saat aku sendirian (maksudknya tidak dengan rombongan), saat acara bebas, aku akan berniat tawaf sendirian dan berusaha mencium hajar aswat.

Sebenarnya pada saat sa’i kaki ku terasa sangat pegal, tetapi teringat pesan ustadz pembimbingnya, supaya dipaksakan saja.   Akhirnya aku paksa saja terus berlari-lari kecil, malah kadang-kadang mendahului di depan rombonganku. Sesekali aku mengambil gambar saat sa’i ini.  Setelah saling memotong rambut (tahalul) diantara kami, selesai sudah umroh sunahnya.  Ada beberapa jama’ah dari Negara lain yang minta tolong ke aku untuk menggunting rambutnya.

Selesai tawaf dan sa’i, perutku terasa mulas.  Sementara toilet hanya ada di pintu masuk Mekah, dan jaraknya cukup jauh dari tempat Sa’i.  Waktu masih menunjukkan sekitar pukul 03.30, adzan subuh masih sekitar 1 jam lagi.  Kemudian ustadz pembimbingku, menuntun aku untuk mengikuti dibelakangnya menuju ke toilet. 

Bersama seorang teman, setelah selesai membuang hajat dan berwudhu, kembali aku bermaksud untuk ikut sholat jamaah subuh.  Sebelum memasuki pintu Mekah, aku melihat seseorang yang aku sangat familier wajahnya.  Beliau sering mengisi kajian di Masjid kantor.  Aku sapa ustadz tersebut, oh ya… Ust Thamrin, Beliau juga seorang pembimbing haji (muttowif) yang sedang membawa jamaahnya.

Setelah berbincang sebentar dengan ust. Thamrin, aku kembali memasuki Mekah melalui gate 94, dan nantinya, aku hafalin pintu gate 94 ini, setiap kali masuk ke Mekah untuk sholat jama’ah.  Setelah menunggu sebentar sambil berdzikir, maka adzan subuh berkumandang, tetapi orang-orang belum mengerjakan sholat.  Oh, ternyata ini adzan yang pertama.  Baru kira-kira setengah jam kemudian adzan subuh yang kedua berkumandang.  Setelah sholat sunah, kemudian dilanjutkan sholat subuh.  Pada saat sholat ini, jama’ah yang sedang tawaf dan sa’i segera berhenti, dan ikut sholat berjama’ah.  Itulah sholat jama’ah yang pertama kali kulakukan di Mekah.

Setelah sholat subuh, masing-masing kembali ke hotel.  Banyak orang-orang jualan di sekitar pintu masuk Mekah, rata-rata mereka orang-orang kulit hitam.  Padahal seharusnya mereka tidak boleh berdagang di pelataran jalan, karena mengganggu orang-orang yang akan keluar.  Makanya, para pedagang ini, sering adu cepat dengan petugas polisi yang sering menghalau mereka.  Karena memang tempat itu tidak boleh untuk berdagang.  Selain orang berdagang, tidak sedikit banyak orang peminta-minta, mereka para pengemis ini adalah anak-anak kecil yang cacat.  Yang aku perhatikan sendiri, ternyata mereka dikoordinasi oleh seorang atau beberapa perempuan tua, mungkin ibunya.  Jadi, seperti di Indonesia saja, anak-anak kecil yang mengemis di jalan-jalan itu, juga dikoordinasi.

Sebelumnya kamar hotel kami sudah dibagi.  Kami sekamar berisi 4 orang.  Dikamarku ada Pak Riri, Agus Suraji, Mbah Ropingun, dan aku.   Setelah masuk ke kamarku, beristirahat sebentar.  Ternyata Mbah Ropingun yang sekamar dengan aku, belum nongol di kamar.  Ternyata ada dua orang dari rombonganku yang belum sampai ke hotel.  Mbah Ropingun dan Mbah… (lupa namanya?), terpisah dari rombongan.  Maklum karena mereka berdua sudah berumur 70 dan 80 tahun.

Pak Riri, menantu Mbah Ropingun, mendengar Bapak Mertuanya belum sampai ke hotel, maka segera balik lagi ke Masjid, mencari Mbah Ropingun.  Aku dengan Agus Suraji, terkantuk-kantuk, tertidur sekitar 1-2 jam.  Ternyata Pak Riri juga sudah di kamar, tetapi Mbah Ropingun belum ketemu.   Setelah mandi dan sarapan, kami mendengar 2 anggota rombaongan kami sudah ketemu.  Ternyata Mbah Ropingun kebingungan balik ke hotel, muter-muter tidak ketemu juga.  Akhirnya ketemu jamaah lain dari Cilacap, akhirnya di antarlah ke hotel yang dimaksud.  Uniknya…, ketika sampai hotel, lupa pula nomor kamarnya, akhirnya asal minta kunci ke petugas hotel dengan nomor yang ngasal.  Kemudian tidurlah, Mbah Ropingun di kamar itu.  Padahal itu kamar punya orang lain.  Untungnya yang punya kamar juga belum datang, sampai Mbah Ropingun bangun, kemudian ikut sarapan.  Kami teman sekamar yang mendengar cerita Mbah Ropingun tersenyum-senyum.  Subhanallah…

Sejak hilang itu, nantinya setiap pergi ke masjid Mbah Ropingun, selalu pergi bareng dengan aku.  Karena istri Mbah Ropingun, yang ikut umroh juga, sudah menitipkan pesan ke aku, untuk selalu mendampinginya.  
Setelah sarapan, aku pergi sendiri untuk tawaf dan sa’i.  Setelah memasuki Mekah, biasa dari pintu gate 94, aku segera tawaf.  Aku berusaha sedekat mungkin dengan hajar aswat, Alhamdulillah bisa memegang batu hajar aswat, walaupun tidak bisa menciumnya.  Dan aku juga bisa berdoa dan sholat sunah di Hijir Ismail. 

Setelah sholat dhuha, dan tilawah sebentar, aku kembali ke hotel.  Kulihat teman-teman sekamar sedang tidur, termasuk Mbah Ropingun.  Sambil menunggu sholat dhuhur, aku sesekali tilawah di kamar dan menonton TV.  

Segera aku pergi ke Masjid, begitu mendengar adzan, teman-teman di kamar masih pada tidur, termasuk Mbah Ropingun, terpaksa aku tinggal di kamar, karena melihat sangat pulas tidurnya.  Ternyata, kalau pergi ke masjidnya menunggu adzan selesai, aku jadinya terburu-buru, dan yang jelas akan tidak mendapat tempat sholat di dekat ka’bah.   Karena setiap waktu-waktu sholat pastibanyak orang berbondong-bondong ke masjid, antri dan salin berebut tempat.  Makanya setelah pengalaman ini, setiap sebelum waktu-waktu sholat aku pergi ke Masjid, tentunya dengan mengajak Mbah Ropingun.  Setelah sholat duhur, lalu makan.  Kami berempat ketiduran, aku terbanguan setelah mendengar adzan ashar.  Terpaksa aku lari-lari, mengejar ikut sholat jamaah.  Tapi belum sampai masuk pintu Mekah sudah iqomah, akhirnya harus sholat di emperan toko, di lantai dasar Hotel Grand Zam Zam.  

Setelah mandi sore, kami mengobrol sebentar dengan teman-teman dikamar.  Mbah Ropingun cerita panjang lebar, bahwa Pak Riri adalah menantunya, bahwa perusahaan yang memasok catering ke Batavia adalah Bapaknya Pak Riri.  Kami masing-masing mulai kenal penghuni kamar kami.   

Setelah sholat maghrib, aku menunggu sekalian sholat Isya’.  Biasanya aku tilawah antara dua waktu sholat itu.  Atau kadang-kadang berkenalan dengan jamaah lain, baik dari Indonesia atau dari Negara lain. 

Setelah sarapan malam, kami kembali mengobrol di kamar, sambil menonton TV, dan yang jelas pada ketiduran karena saking capeknya, seharian beraktifitas.

Jakarta, 5 Desember 2012
Abu Fathi 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Subhanalloh… Istriku Antar Jemput Sekolah

Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku

Sepenggal Cinta Murobbiku