Satu Tahap Terjalani

Satu tahap terjalani

Sebagai orang tua, pengalaman ini baru pertama. Ya, betapa ini menjadi momen yang tidak aku lupakan. 

Malam itu, hari ke-4 lebaran 1444 H.  Ayah yang punya anak gadis, cantik pula, kita kedatangan tamu, anak muda gagah, dan good looking.

“Kok, kawanmu sering nemuin kamu, kadang jemput dari kampus, tapi tidak pernah temui aku” 

Sebagai Ibu, nalurinya tidak ridho, anak gadisnya di ‘incar’ tapi tidak ‘permisi’ pada Ibu yang telah melahirkan dan membesarkannya.

“Dimana adab sebagai pemuda muslim?”

Uneg-uneg inilah yang disering disampaikan Umi ke anak gadisnya.

Sekian lama, Ia memenuhi janjinya, datang ke rumah. Setelah sebelumnya kirim DM via IG Uminya, akan datang ke rumah, ngobrol tentang ‘kelanjutan hubungan’ dengan anak gadisnya.

Pas waktu sholat maghrib, Ia datang ke rumah, bersamaan aku jadi Imam di masjid.  Selesai sholat sunnah, aku pulang.  Masuk rumah, ada motornya, tapi tidak orangnya.

Sebelum masuk rumah, Istri tanya, “Tidak ketemu Naufal? Ia juga solat di masjid.”

Segera aku balik badan, buka gerbang, rupanya Ia di depan gerbang. Segera aku suruh masuk, dan kupersilahkan duduk di kursi ruang tamu.

Kami ngobrol bertiga, awalnya Ia canggung, agak grogi, sebentar-sebentar minum, tapi sambil terus berusaha bercerita dengan kami.

Pembicaraan ngalir saja, ia pemuda yang pandai bernarasi, setiap topik yang kami tanyakan, selalu panjang jawabannya.

Sampailah ceritanya, terus terang ia tertarik dengan anak gadis kami, karena sewaktu SMA, anak kami berbeda dengan yang lain. Sering pemuda itu jumpai gadis itu di musholla, sholat duha.  Belum lagi Ia tidak suka ‘pamer’ di medsos, apalagi goyang ‘tik tok’ ogah deh.  Masih kata pemuda itu, anak gadis kami menjaga jarak dengan cowok, bahkan terkesan ‘galak’ sama laki-laki, tidak ‘lenjeh’.

‘Beri waktu 2 tahun lagi…’, kata Naufal.

Karena Naufal sedang ‘membantu’ ekonomi keluarganya.  Usaha ayahnya yang gagal, terpaksa harus keluar uang untuk ‘nombokin’ hutang-hutang ayahnya, belum lagi adik yang dibiayai kuliahnya.  Tiap pagi, kadang-kadang nemeni Ibunya jualan lontong sayur, membantu memulihkan ekonomi keluarga.

‘Semoga 6 bulan lagi, ekonomi keluarga mu pulih’, ini doa yang aku sampaikan ke pemuda itu. Agar tidak lagi menunggu 2 tahun untuk berani melamar anak kami.

Kami mengajak makan malam juga, berdua dengan aku. Sambil makan bercerita, Ia aktif di FPI, belajar agama dengan habib-habib.  Sewaktu Covid 19, menjadi relawan, banyak mayat yang dia mandikan.

Dan katanya juga belum akan nikah, kalau belum tamat baca kitab tentang nikah (aku lupa judul kitabnya).  Batinku, gak gitu-gitu juga kali, dulu kami nikah awalnya karena semangat ingin menjaga syahwat, selebihnya belajar sambil jalan sampai detik ini. Baca buku tentang nikah, tapi sebentar-bentar saja, atau mendengar kajian tentang nikah.

Obrolan berlanjut setelah sholat isya’, Naufal berkeinginan untuk membangun bisnis, sudah dimulai sekarang, Ia dapat modal 10 juta, untuk membuka usaha ‘beef lumpia’, cukup ramai pembelinya, tapi sementara vakum karena ramadhan, setelah idul fitri akan dilanjut lagi usahanya.

Sebagai orang tua, terutama aku sadar, bahwa kondisi seperti ini tidak baik, persis dalam lagu ‘mau di bawa ke mana hubungan ini’. 

Wallahu’alam, aku serahkan ke Allah, sambil terus diingatkan pada mereka untuk tidak ‘pacaran’, atau melakukan kegiatan yang tidak di ridhoi oleh Allah.








Manna, 2 Mei 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Subhanalloh… Istriku Antar Jemput Sekolah

Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku

Sepenggal Cinta Murobbiku