“Hadiahnya adalah… Antum harus rajin LIQO’…”


“Afwan Pak, sy gak bisa hadir…” Itulah kalimat yang sering aku baca di inbox HP-ku. Atau kadang juga melalui chatting di Facebook, binaan saya ini seringkali tidak bisa hadir dalam pertemuan pekanan halaqoh.

Padahal sebenarnya, teman-teman liqo’ yang lain sudah berusaha menyesuaikan waktu luang yang kira-kira akh ini bisa hadir setiap kali ada pertemuan. Akan tetapi ternyata, ketika sudah disepakati hari Ahad pagi misalnya, tidak bisa hadir juga dengan berbagai alasan. Memang akh ini hari kerjanya termasuk hari Ahad, belum lagi malamnya Senin sampai Jum’at kuliah. Tetapi apakah sepagi itu jam kerjanya, sehingga ketika pertemuan direncanakan Ahad pagi ba’da shubuh pun, tidak bisa hadir juga.

Karena seringnya akh ini tidak hadir dalam pertemuan liqo’ pekanan, sehingga kurang juga berinterkasi dengan teman-teman liqo’ lainnya, termasuk jarang juga ikut kegiata-kegiatan ‘amal jama’i sewaktu ada kegiatan di jama’ah ini. Ketika diberi penugasan untuk kultum, atau bedah buku pun tidak terlaksana, kalaupun terlaksana tetapi kurang persiapan. Dan itu berlangsung cukup lama.

Hal inilah yang menyebabkan akh ini belum bisa memahami dengan baik bagaimana karakter dalam jama’ah ini, ghirohnya belum muncul, padahal sebenarnya tilawahnya sudah cukup bagus. Masih perlu terus diasah, sehingga ada ‘rasa memiliki’ terhadap jama’ah ini. Harus sering berinteraksi, sehingga tahu perangkat-perangkat seperti apa yang ada dalam jama’ah ini untuk membentuk kepribadian muslim. Sebab setiap ada kegiatan seperti mabit, daurah juga jarang hadir.

Tetapi tanpa diduga, suatu kali akh ini bertanya melalui chatting di Facebook, dia mengatakan apakah kita kalau menikah itu harus dengan akhwat, maksudnya yang mengaji juga?

Kemudian saya jawab, yang mengaji saja masih banyak yang belum menikah, kenapa antum harus cari yang belum mengaji?

Aku sempat terkaget, sepertinya akh ini masih muda, bahkan paling muda diantara teman liqo’ lainnya, tetapi sudah menanyakan perihal pernikahan. Barangkali memang sudah siap untuk menikah, batin saya dalam hati. Toh sudah bekerja juga.

Sekali lagi saya tidak menyangka, ternyata rupanya akh ini sudah punya ‘teman dekat’ di tempat kuliahnya, dia yang mengatakan itu sendiri. Kemudian minta tolong ke saya, bahwa ‘teman dekat’nya ini untuk diikutkan ‘mengaji’ di kelompok yang ada di dekat rumahnya.

Sebenarnya saya sudah mencoba mencarikan kelompok ‘mengaji’ untuk ‘teman dekat’nya tetapi memang belum dapat.

Dalam waktu yang tidak lama setelah setelah itu, kemudian datang silaturahim ke rumah saya. Akh ini menyampaikan maksud bahwa untuk segera menikah, karena Ibunya yang tinggal sendirian di rumah, diminta menemani keponakannya yang ada di Luar Negeri. Sehingga diminta oleh Ibunya untuk segera menikah. Lebih terkaget lagi, karena meminta saya untuk melamarkan ‘teman dekat’nya itu. Walapun sebenarnya masih banyak anggota keluarganya yang lebih berhak.

“Saya ingin ‘menebus kesalahan’ Pak…, sehingga meminta Bapak untuk melamarkannya”, kata akh ini.

“Saya tidak ingin juga menghalangi niat baik antum untuk menikah…, Insya Allah saya bisa”. Sambil saya menanyakan kapan waktunya.

“Jazakalloh Pak…maaf Pak, tetapi saya tidak bisa mengasih hadiah ke Bapak…”, lanjut akh ini.

“Hadiah apa akhi?…, nggak usahlah antum repot-repot”
“Tetapi justru saya yang akan kasih hadiah ke antum.” Kata saya ke binaan saya ini

“Lho..kok gitu Pak…? Tanya akh ini agak keheranan

“Hadiahnya adalah… Antum harus rajin LIQO’…”

“Insya Allah…Pak”, kata akh ini sangat mantab.

“Baik..., akan saya pegang janji antum setelah menikah nanti”.

Itulah terakhir aku bertemu dengan akh ini sebelum hari yang ditentukan untuk melamar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Subhanalloh… Istriku Antar Jemput Sekolah

Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku

Sepenggal Cinta Murobbiku