IKHSAN...Namamu
Setiap aku sholat selalu dia
nongol di balik jendela musholla. Sepertinya memperhatikan sgerak gerik sholat
kami para jamaah. Rumahnya persis di depan musholla, maka saat waktu sholat
selalu datang ke musholla, tetapi tidak ikut sholat. Melihat fisiknya aku yakin sudah dewasa, akil
balig, karena sepertinya seumuran dengan anak lakiku Haqi, kelas satu SMA.
Aku jamaah baru di musholla,
karena jaraknya dekat dengan kantor, maka setiap waktu sholat aku menunaikannya
di musholla ini. Sebagai orang
pendatang, aku tahu budaya timur, maka berusaha untuk ramah setiap bertemu
orang, termasuk anak ini. Setiap ketemu
aku senyum ke dia, sambil aku buka masker sebentar. Anak itu pun membalas senyumku.
Anak ini ada kelainan, walau
fisiknya terlihat sudah balig, tetapi gerak tubuhnya tidak beraturan,
sepertinya otaknya tidak bisa sepenuhnya mengendalikan setiap gerakan
tubuhnya. Atau istilah kedokteran
disebuat dengan ataksia, bicaranya juga tidak jelas, seperti orang bisu, tapi kadang-kadang bisa berteriak
kencang.
Karena sering aku sapa, setiap melihat
aku dia selalu memanggilku. Dia
memanggilku Om, tentunya dengan lafad yang tidak jelas, tapi aku tahu dia menyapaku. Dengan mimik wajah yang gembira, sepertinya
ingin mengajak ngobrol. Walau dengan
isyarat tangan, akupun sering terlibat obrolan.
Termasuk aku sering mengajaknya ikut solat. Dengan Bahasa isyarat, aku tunjuk-tunjuk
celana panjangku, maksudnya agar dia juga pakai celana panjang, menutup
aurat. Karena selama ini aku melihatnya,
selalu pakai celana pendek.
Suatu hari, dia melihatkan ke aku
bahwa pakai celana panjang. Dengan
memakai peci dan membawa sajadah dia ikut sholat. Selesai sholat, aku kasih senyum , dengan
mengangkat dua jempolku ke dia. Dia balas
senyum, betapa senangnya sepertinya bisa ikut sholat berjamaah.
Dan semenjak itu, dia selalu hadir
ikut sholat berjamaah, termasuk sholat subuh sekalipun.
Hikmah yang bisa aku petik,
adalah bahwa kalau Allah SWT sudah berkehendak maka, tiada satu makhlukpun yang
bisa mencegahnya. Walau anak itu cacat,
tidak sempurna secara fisik, tetapi masih mempunyai hati yang sehat. Sehingga dengan hidayat Allah SWT, hatinya
tergerak untuk mengenal Allah SWT lebih dekat, dengan sholat lima waktu. Kita tidak tahu, bahwa ternyata orang cacat
sekalipun, belum tentu hatinya ikut cacat.
Sebab banyak orang sempurna
secara fisik, tetapi hatinya cacat.
Hatinya keras, tidak mudah tersentuh oleh hal-hal kebaikan dan ketaatan.
Manna, November 2020
Komentar
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar dengan tetap menjaga kesopanan