Memaknai Kesendirian
Memaknai
kesendirian…
Aku saat ini sendirian di kamar. Ruangan seluas 4x5m2 ini sudah menemaniku
hampir 2 tahun. Dinding dengan cat kuning yang sudah pudar, seolah sudah
menyatu dengan tatapan mataku. Karena
setiap akan tidur, seolah sekililing dinding itu menatapku. Kalau ruangan
gelap, dinding itu sedikit memantulkan cahaya dari luar.
Hampir semua perabot di kamarku sudah berumur,
ada cermin yang menempel didinding dengan plester hitam, agar retaknya tidak
melebar. Lalu meja dan kursi kayu yang mulai
rapuh, tapi ini yang sehari-hari aku pakai menuangkan uneg-unegku di layar
laptop (baterainya rusak).
Ah ada sih yang yang baru, lemari plastik
tempat aku menyimpan pakaian, kasur busa dan bantal gulingnya, baru aku beli
saat mulai menempati kamar ini.
Lantai kamar cukup dingin, untung ada kapet
merah dilantai, sehingga anget. Lainnya
ada gantungan baju, rak sepatu, keranjang baju kotor, dan keranjang sampah,
semua setia mendengar rintihan kesepianku.
Dan terakhir Alhamdulillah… ada AC, sehingga ketika siang hari terasa
sejuk.
Itu kondisi kamarku, bagaimana keseharianku…
Ada sebuah nasehat dari Ali bin Abi Thalib,
“sifat aslimu akan terlihat di saat kamu sendirian”. Nasehat ini menancap lekat di memoriku. Karena seusai kondisiku saat ini.
Aku walaupun sendirian secara dhahir, tetapi
keseharian aku berusaha membaur dengan teman-teman yang lain. Banyak obrolang yang kami perbincangkan. Bahkan sampai tertawa lepas.
Nasehat itu akan menjadi benar, ketika aku di
kamar sendirian. Biasanya malam, setelah
selesai jam kantor, atau hari Sabtu Minggu aku mengurung diri di kamar. Tidak ada orang yang tahu perbuatan aku di
kamar. Nah saat inilah nasehat itu
berlaku.
Sesuai judulnya, memaknai kesendirian, bahwa
Allah sudah takdirkan saya hidup sendiri, maka saya harus lebih bermakna, buat
siapa saja dan apa saja. Allah tahu yang terbaik buat Aku. Bismillah…
Manna, 26 September 2022
(Alhamdulillah, mulai membaik dari sakit)
Komentar
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar dengan tetap menjaga kesopanan