Cemburu

(hanya CERPEN, dimuat di Islamedia.web.id 17 Feb 2011)


Samar-samar sebuah suara mengusik tidur lelaki itu. Melalui celah gendang telinga, suara itu menerobos perlahan membawa dari alam mimpi pada keterjagaan. Tetapi kantuknya masih tak tertahan, sehingga matanya masih menggelayut terpejam. Tak ingin Ia hiraukan samar-samar suara itu, tetapi semakin terang dalam keterjagaan telinganya sekarang.

“Rizal… Rizal… “

Tiba-tiba saja matanya mengerjap, terjaga dengan begitu cepat. Kantuknya cepat-cepat meninggalkannya. Salahkah Ia mendengar? Mimpikah? Sambil menggoyang-goyangkan kepalanya, dia amati wajah ikhlas pemilik suara tadi. Lelaki itu tidak sedang bermimpi.

“Rizal… “
Nama itu kembali terucap dari bibir wanita di sampingnya. Begitu lirih…, begitu dalam…, begitu…, ah tak mampu Ia menggambarkannya.

Lelaki itu tercekat, nafasnya berdegup kencang, dadanya teramat sesak. Seakan bumi itu runtuh menimpanya. Seperitnya rasa sakit begitu menjajah hatinya. Sakit, sakit, sakit sekali. Sakit yang tak bisa dilukiskan sempurna dengan kata, walaupun Ia seorang lelaki sekalipun. Dia terus mencoba menguasai diri, tetapi tubuhnya tergugu. Kemudian secepat itu, Lelaki itu sadar. Segera Ia menjauh dari wanita yang ada disampingya, khawatir jika pemilik sumber suara tadi terbangun karenanya.

Suara gemericik air wudhu mengalahkan keterguguan tubuhnya. Dia tersandar lemas, di dinding kamar mandi. Maka menetes juga air matanya, bagaikan mendung yang mulai meneteskan air hujan. Tetapi sebentar memang, lalu perlahan ia mulai meninggalkan kamar mandi. Menuju ke ruang sholat, sepertinya akan menumpahkan semua masalahnya pada Sang Pemecah Masalah, Allah SWT.

Dan kini, Lelaki itu tersungkur dalam sujud panjangnya. Sesenggukan tangisnya masih terdengar, bahkan semakin jelas.

Setelah salam selesai dilafadzkan, tertangadahlah tangannya mengaharap kucur Cinta-Nya. Tangan itu bergetar hebat seakan tak mampu menangkup do’a yang diucapkan oleh lisannya, karena keterbatasan kata.

Ya Rabbi, wahai zat Pemilik hati dan jiwa ini… hamba berserah pasrah kepada-Mu. Terhadap urusannya, terhadap hatinya. Karena Engkau yang berhak mengkaruniakan cinta kami. Walaupun semua makhluk didunia ini memberikan semua hartanya untuk bantuannya menebus cinta wanita itu…, maka hamba tahu semua itu mustahil tanpa kehendak-Mu.

Ya Rahman, sungguh hati ini telah menjadikan Engkau menjadi wali setiap urusanku, hamba bermohon untuk melapangkan hati ini…meluaskan samudera cinta hamba…meluaskan samudera maaf dan kesyukuran hamba… Hingga hamba mampu menerima semua beban berat yang menggelayut ini.

Ya Allah, terus bimbing hati ini untuk tetap mencintainya…tanpa ada kemarahan…tanpa ada cemburu yang membuta…tetapi cinta hanya karena-Mu ya Allah. Berikan hamba kecintaan terhadap apa yang menjadi kecintaannya.

Tercekat suara Lelaki itu, ia biarkan matanya berkaca-kaca mengiringi setiap bait untaian do’anya. Tak terasa waktu subuh segera akan tiba.

Lelaki itu beranjak kembali ke kamar tidurnya. Ditatapnya dalam-dalam wanita yang sudah memberikan empat buah hati itu. Wanita yang menjadi istrinya hampir dua belas tahun. Wanita dengan wajah ikhlas, wanita yang terbaik yang telah mendampinginya selama perjalanan cintanya. Rupanya masih terlelap dengan tidurnya, terlalu lelah sepertinya, karena capeknya mengurus rumah tangga. Seharian menemani empat buah hatinya.

Lelaki itu ingin selalu mensyukuri setiap setiap hal yang telah diperbuat istrinya, Ia tahu bahwa istrinya telah mengupayakan hal yang terbaik untuk suaminya. Apapun segala pelayanan yang telah diberikan istrinya, selama ini Ia terima dengan sempurna.

Tetapi…, malam ini Lelaki itu sedikit terusik pada suatu kejadian, tetapi belum tentu kenyataan, bahwa bisa jadi hati wanita itu masih belum sepenuhnya untuknya. Perasaan hati wanita itu masih ada untuk Lelaki yang lain…Tetapi, ah…segera lelaki itu hilangkan perasaan-perasaan buruk itu dari pikirannya. Bukankah mimpi itu hanya bunga tidur? Bukankah persoalan ini sudah dipasrahkan pada Allah SWT? Tetapi kenapa hati Lelaki itu masih ragu… Ataukah Lelaki itu yang berlebihan berprasangka? Ataukah ini yang dinamakan cemburu?

Rizal…
‘Nama itu bisa jadi masih menempati di ruang hati istriku’…gumam lelaki itu. Memang istrinya pernah bercerita, bahwa pernah ‘ada rasa’ dengan nama lelaki itu. Ketika masih kuliah dulu, dan istrinya juga belum ikut pengajian. Ia pernah dekat dengan nama lelaki itu. Istrinya merasa, Lelaki itu juga ada hati dengannya.

Tetapi jalan hidup berkata lain, lelaki itu lebih memilih wanita pilihan orang tuanya…

Sebelum istrinya tahu, Lelaki itu kembali berwudhu, sehingga agar tampak wajahnya segar gembali, seolah tidak ada apa-apa. Ia kembali menata hati, menguatkan hatinya. Bukankah seorang suami itu harus kuat? Bukan kah suami itu menjadi qowwam bagi istrinya.

Adzan subuh berkumandang, segera Ia sentuh wajah istrinya dengan tangannya. Dengan perasaan lembut, Ia bangunkan istrinya dengan kecupan pipinya.

“Yah…kedahuluan deh bangunnya, afwan ya sayang…rasanya capek banget badan ini” kata wanita itu sambil menyambut kecupan pipinya dengan memeluk suaminya.

“Gak apa-apa, honey…udah adzan subuh” balas Lelaki itu dengan sebutan kesayangan istrinya.

Setelah sholat sunah dua raka’at, Lelaki itu pergi ke masjid untuk menunaikan sholat subuh berjama’ah.

Ya, Rabbi, ampuni syukur ini yang hanya sebutir pasir, padahal Engkau telah member kami nikmat seluas samudera. Maafkan Ya, Rahman.

(inspirasi dari Dakwatuna)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Subhanalloh… Istriku Antar Jemput Sekolah

Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku

Sepenggal Cinta Murobbiku