Baru Kenal, Diminta Kawin
Sedang hangat-hangatnya berita
Haji 1434 H, aku jadi teringat pengalamanku.
Ini kisah nyata, dua tahun yang lalu saat berangkat umroh. Di Masjid Nabawi Madinah, setelah sholat
Maghrib aku biasa tidak balik dulu ke Hotel.
Sambil menunggu Isya’ aku biasa membaca Al-Qur’an. Termasuk kali itu, ketika asyik membaca
Al-Qur’an ternyata ada orang dibelakangku memperhatihan sejak tadi, terlihat
dari sudut ekor mataku seperti ada yang memeprhatikanku. Tetapi Aku hiraukan saja, karenanya
kuteruskan membaca Al-Qur’an.
Tiba-tiba dia menggeser duduknya,
maju ke depan, dan sudah berada di sampingku.
Sambil merangkul pundakku, dia mengajak bicara dalam bahasa Arab. Tentunya Aku tidak paham, kemudian aku
katakan padanya “Can You Speak English?”.
Akhirnya dia bicara dengan bahasa
Inggris, tiba-tiba menyuruh aku melanjutkan membaca Al-Qur’an. Dia menyimak sebentar, lalu mengatakan bahwa
bacaan Qur’anku cukup baik. Hanya perlu
diulang-ulang dan diseringkan saja.
Setelah itu dia mulai mengenalkan
dirinya, namanya Abdul Jabbar Ahmad Muhammad Al’Aini asal dari Iraq. Termasuk aku katakana, bahwa aku dari
Indoensia. Dia seorang doktor dan
menjadi dosen di Universitas Mousul.
Tetapi karena negaranya sedang berkecamuk, perang, maka Ia memilih
meninggalkan negaranya, dan tinggal di rumah salah satu anaknya di Arab Saudi.
Lama kami terlibat obrolan yang
asyik. Ia banyak bercerita tentang
keluarganya, termasuk anak-anaknya yang berjumlah tujuh orang.
Nah, ada yang unik saat
menceritakan anaknya yang terkahir, perempuan dan belum menikah. Serta merta dia menawari aku untuk
menikahinya. Padahal dari awal
perkenalan, aku katakana bahwa anakku sudah empat. Dalam hatiku, heran juga nih orang. Sudah jelas aku suami orang, dia menawari aku
untuk menikahi anaknya. Lebih aneh lagi,
baru saja kenal, sudah menawarkan anaknya ke Aku.
Aku senyum-senyum saja menanggapi
tawaran Abdu Jabbar, sambil mengatakan bahwa tidak semudah itu menikah
lagi. Tetapi bagi dia tidak katanya,
hanya melihat Lelakinya terbiasa membaca Al-Qur’an saja, dia sudah berani
menikahkan putrinya dengan Lelaki itu, dan sudah awam di negaranya Irak Lelaki
berpoligami.
Akhirnya adzan isya’ berkumandang, sebelumnya kami berfoto bersama dan
berjanji akan saling menghubungi setelah aku pulang ke Indonesia. Setelah sholat isya’ kami berpisah, aku
segera bergegas kembali ke hotel.
Sampai hari ini aku masih
merenung, mengambil hikmah betapa seorang Abdul Jabbar ini mempunyai husnudzon (prasangka baik) yang tinggi
terhadap Suadaranya seiman. Betapa
tidak, baru kenal lelaki yang menurut dia baik, sudah berani menawarkan
putrinya untuk dinikahi. Atau ada alasan
lain, aku juga tidak tahu, atau itu adalah hal yang awam terjadi di Negeranya,
aku juga tidak tahu. Wallahu A’lam Bishawab.
Sayangnya sampai detik ini, aku
belum menghubungi kembali. Kartu nama
yang Ia berikan belum ketemu.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar dengan tetap menjaga kesopanan