Jadi Pengacara
Baru saja pulang kantor , tiba-tiba
Haqi, anakku kelas 3 SD, langsung
menyambutku dengan cerocosan. Ia
menyuruhku untuk ganti pekerjaan, jadi pengacara saja, katanya. Kan jadi pengacara enak, duitnya banyak,
sekali bekerja dapat 500 juta kata Haqi berapi-api. Kenapa tiba-tiba Haqi punya apikiran seperti
ini? Denga mengeryitkan dahi, aku berusaha mendengar cerocosan Haqi, sambil terus menyimak, sampai Ia
menyelesaiakan ceritanya.
Ohhh….usut punya usut, ternyata
Haqi baru saja mendengar cerita dari kakaknya, yang sekolah di SMP kelas
1. Rupanya ada teman kakaknya di sekolah
anak orang kaya, seorang Pengacara. Lalu
demi mendengar cerita kakaknya itu, maka aku disuruh jadi pengacara, katanya.
Tetapi sebenarnya bukan tanpa
alasan Haqi menyuruh aku untuk jadi pengacara, untuk mendapatkan uang
banyak. Karena sebelumnya, beberapa
bulan ini, Haqi merengek minta di belikan ipad,
dan selalu kujawab bahwa aku belum mempunyai uang.
Sebagai anak, wajar Haqi punya
keinginan terhadap Bapaknya minta dibelikan ipad,
tetapi sebagai Bapak, aku juga punya harapan terhadap anak-anakku. Maka, aku ajak Haqi berkompetisi, yaitu Aku akan
membelikan ipad, kalau dia dapat
mengafal Al-Qur’an juz 30.
Tetapi sayang memamg, sejak
kompetisi itu dimulai, aku belum pernah mendapati dia berusaha menghafal
Alqur’an juz 30, sepertinya agak berat bagi dia. Maka aku menduga-duga Haqi pun mengalihkan
arah kompetisi itu, yaitu agar aku mempunyai banyak uang, maka harus jadi
Pengacara. Dengan begitu, aku bisa
membelikan dia ipad.
Muhammad Umair Al-Baihaqi
Komentar
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar dengan tetap menjaga kesopanan