Aku Menyesal…Tetapi Aku Tidak Menyesal

Seringkali aku acuh atas permintaan ibuku, ketika aku menelpon menanyakan kabar Beliau di kampung, setiap itu pula Ibuku sering bertanya kok lama nggak nelpon? Kamu nggak pengin pulang? Atau pulang nanti menunggu Ibumu nggak ada? Deg…hati ini begitu trenyuh setiap kali Ibu berkata seperti itu.

Tetapi memang aku termasuk jarang sekali pulang ke kampung menengok orang tua, termasuk setiap hari Raya Idhul Fitri pun aku juga tidak pulang. Banyak sekali alasan sehingga seringkali aku menunda tidak pulang kampung saat hari raya. Yang repotlah bawa anak-anak masih kecil, perjalanan yang macet, yang tidak punya ongkoslah, atau karena nggak dapat cuti dari kantor. Semua alasan itu aku pakai sebagai pembenaran saja, sehingga momen hari raya seringkali aku tidak dapatkan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tuaku, momen hari rayapun sering lewat untuk bersimpuh dihadapan mereka untuk meminta maaf, atau juga bermaaf-maafan dengan saudara-saudara yang lain.

Kalaupun pulang kampung biasanya kami menunggu waktu yang agak longgar, menurut kami, beberapa hari sebelum liburan sekolahnya misalnya, atau waktu-waktu ketika di kantor sedang tidak banyak pekerjaan. Sehingga bisa jadi, hanya setahun sekali aku baru bisa pulang kampung. Memang benar silaturahim tidak harus bertemu, tetapi adalah menjadi kebahagian tersendiri ketika bisa menatap langsung wajah kedua orang tua saya yang gembira, ketika anak-anaknya berada di dekatnya.

Aku menyesal…, sekarang semua alasan-alasan itu sudah lewat. Dan hari itu mengharuskan saya pulang kampung. Akhirnya nasehat Ibuku benar adanya…, apakah harus menuggu ibumu nggak ada, saya pulang ke kampung?

Hari itu salah satu dari orang tuaku sudah pergi meninggalkan kami, walapun bukan Ibuku memang, tetapi Bapak, yang sangat aku kagumi karena sholat tahajudnya hampir tiap malam dikerjakan, menghadap ke Sang Pemilik jiwanya, Allah SWT. Bapak meninggalkan kami dengan cepatnya, tanpa menunjukkan tanda-tandanya (menurut kami), sakit keras mislanya, juga tidak. Bapak pergi, ruhnnya menghadap kepada Allah, dengan tenang. Menurut cerita adik saya, yang terus menunggui Bapak di rumah sakit, pada saat Bapak pergi, sebelumnya mengerjakan sholat dhuhur di tempat tidurnya. Setelah mengerjakan sholat dhuhur Bapak terlihat tenang, ternyata ketenangannya meninggalkan kami semua yang masih ada di alam dunia ini.

Hari Rabu, tengah malam, Bapak mengeluhkan dadanya sesak, badanya pegal-pegal dan minta segara di bawa ke rumah sakit. Yang paling dekat dengan rumah hanya ada klinik. Sesampai di Klinik, diambil tindakan medis, dipasang oksigen dan infus. Setelah diambil tindakan itu, kata Bapak, merasa lebih enakan badannya. Tetapi kata dokter klinik masih harus menginap. Paginya masih merasa enakan, tetapi sekitar pukul 09.30 kondisi badan Bapak saya langsung drop, Hb nya sangat rendah, sehingga harus dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar, yang lebih lengkap peralatannya. Sesampai di rumah sakit RSI, segera diambil tindakan, termasuk dipasang alat rekam jantung. Disini kelihatan Bapak gelisah, menanyakan semua cucunya, anak-anaknya, bicaranya sudah cadel, tidak mau minum, dan buang-buang air sampai empat kali (dibersihkan oleh Kakak saya). Sebelumnya, Adik saya sempat SMS ke HP-ku, akupun mendo’akan agar Bapak segera diberi kesembuhan. Aku tidak punya firasat bapak akan meninggal, tetapi takdir Allah berkata lain, setelah Bapak bilang akan sholat dhuhur, Adik dan Kakak saya membiarkan Bapak sholat. Karena terlihat tenang setelah sholat, gantian adik dan kakak saya melakukan sholat dhuhur di musholla. Setelah masuk rungan rawat lagi, ternyata Bapak telah tiada, alat rekam pacu jantungpun menunjukkan garis lurus, kemudian suster memanggil Rohaniawan Islam untuk mendoakan Bapak, walaupun sempat juga diambil tindakan napas buatan, tetapi ternyata ruh Bapak telah mengahap pada Sang Pemilik ruh. Dokter pun juga belum sempat memeriksa. Tetapi berdasarkan record medis klinik sebelumnya, memang ada sedikit penyumbatan aliran darah ke jantung.

Aku menyesal…, karena aku mengabaikan nasehat ibuku, untuk sering-sering menelpon, atau kalau bisa pulang ke kampung menengok mereka. Maafkan aku…Ibu.
(Tetapi mulai sekarang, aku berazam, dan berjanji pada Ibuku, kalau memang ada rezeki lebih, aku akan sering-sering pulang kampung, ziarah kubur ke makam Bapakku. Bukankah ziarah kubur adalah perbuatan yang di sunnahkan oleh Rasulullah SAW? untuk mendoakan mayit dan agar kita dapat mengambil ibroh dari ziarah kubur itu).

Aku menyesal…, ternyata belum banyak aku perbuat untuk Bapakku ketika masih hidup. Hanya sekedar memperlihatkan wajah yang manis saja ke Bapak sekarang sudah tidak dapat aku lakukan.

Tetapi aku tidak menyesal…, sebab seringkali dalam setiap aku berdo’a, aku memohon kepada Allah agar memberi kematian yang khusnul khotimah, ketika orang tua kami harus meninggalkan kami terlebih dahulu. Dan Allah mengabulkan sebagian do’a saya,
Aku juga tidak menyesal…, mendengar bahwa meninggalnya Bapak Insya Allah dalam keadaan khusnul khotimah. Meninggal dengan akhir yang baik, semoga Allah memberikan kenikmatan pada arwah Bapak saya, mengampuni semua dosa-dosanya, dan kelak akan memasukkan ke dalam Syurga-Nya Allah SWT.

Aku juga tidak menyesal…, karena masih ada waktu dan kesempatan untuk terus mengalirkan pahala ke Bapak, yaitu menjadi anak yang solih yang selalu mendo’akan kepada orang tuanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Subhanalloh… Istriku Antar Jemput Sekolah

Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku

Sepenggal Cinta Murobbiku