Bukan Mukhoyyam Ceria (Lanjutan...)
Semakin malam, semakin kencang
angin menerpa. Yang tadinya sepoi-poi,
menjadi angin yang dingin, seperti masuk ke dalam tubuh, menusuk tulang-tulang rusukku. Mataku memang terpejam, tetapi tidak
tertidur. Lama saya memaksa tidur, tidak
mau kompromi mata ini. Berbahagialah
teman-teman lain…, yang lelap tidurnya malam itu, sampai-sampai terdengar
bersaut-sautan suara mengorok, he…he….
Dari pada tidak tidur juga, mencoba
bangun dari tidur, melihat sekeliling, membaca situasi tempat di
kegelapan. Tenyata banyak tubuh-tubuh
bergelimpangan, berserakan. Tidak
sedikit juga yang terbangun. Ada yang
tilawah dengan penerangan lampu senter, ada yang jalan menuju toilet, ada yang
lagi sholat di atas matras. Sementara
aku…, ikut antri berwudhu aja ah….
Menjelang subuh, hampir semua
peserta sudah bangun. Karena pesertanya
yang banyak, juga belum ada komando dari Panitia, kami sholat subuh
sendiri-sendiri. Maksudnya…sholatnya
berjamaah, tetapi banyak kelompok-kelompok sholat jamaah subuh. Ada yang sholat di lapangan, di atas matras,
ada yang jamaah satu grup, ada juga yang sholat di Musholla.
Setelah sholat subuh, dzikir al
ma’tsurat, dan tilawah sebentar, kami berjalan berkeliling. Banyak rumah penduduk, warung-warung, suara gemericik
air, dan tepat sebelah agak bawah dari tempat kami tidur semalam, terdapat
sungai bebatuan dengan pancuran air yang landai dan cukup panjang. Kami menyempatkan ngopi di warung, sambil
sesekali mengobrol dengan pemilik warung.
Ngopi di warung masih
berlangsung, tiba-tiba ada bunyi peluit, tanda panggilan dari Panita. Pak Chandra, ketua di grup kami, paling muda
pula, bergegas berlari menuju sumber suara.
Agak berapa lama kembali menemui kami, mengakabarkan. Bahwa, sebentar lagi ada upacara pembukaan,
belum ada perintah mendirikan tenda atau bifak.
Terpaksa peserta lain yang sudah mendirikan tenda semalam, harus
membongkar tendanya.
Kira-kira pukul 6.30, kami
berkumpul dilapangan. Pembagian grup, ada 22 grup dan kami grup 11. Kemudian
setiap grup untuk menyelesaikan keuangan, terkait pembagian kaos Relawan
Indonesia, ternyata tidak semua grup terbagi kaosnya, karena ternyata yang
hadir di mukhoyyam lebih banyak dari yang tercatat.
Setelah senam, upacara pembukaan
dimulai. Pada saat sambutan ketua DPD,
ada pernyataan Beliau bahwa tidak ada mukhoyyam ceria, mukhoyyam ya
mukhoyyam. He..he.., maka judul reportase
hari ini saya ganti “Bukan Mukhoyyam Ceria”.
Dari 22 grup itu dibagi 2
kelompok, 11 grup kelompok gunung dan 11 grup kelompok binatang. Kemudian masing-masing grup diberikan lokasi
untuk mendirikan tenda/bifak. Baru menaruh
tas, belum sempat mendirikan tenda, ada panggilan untuk kumpul semua
peserta. Ternyata panggilan untuk
mengambil sarapan pagi. Kami teringat
ketika awal berkenalan dengan jamaah ini, makannya berjamaah, nyunah, makan
bareng-bareng dengan satu nampan besar, dengan kaki kanan di tekuk…
Subhanallah….nikmatnya.
Berkumpul di tenda Paniatia,
ternyata ada ceramah tentang Kebugaran. Disampaikan oleh seorang dokter, Sekjen
Departemen Olah Raga DPP… (namanya lupa… Huda…). Penyampaian sangat-sangat lugas dan vulgar,
pentingnya kebugaran seorang kader. Lucu
juga, karenanya kami sering dibuatnya tertawa.
Belum lagi selalu saja joke-joke
yang terkait masalah ‘keperkasaan’ para suami.
Sehingga istilah-istilah, seperti
kepala botak didepan, orgasme, senam kegel, adalah kata-kata yang sering kami
dengar. Barangkali, inilah nantinya yang
menyebabkan setiap ngumpul di tenda, di grup kami, tak jauh pembahasannya
tentang ini. He..he.. ngak tahu grup
lain…sama kali ya….
Selesai acara ceramah itu, masih
membawa kesan, termasuk ketika kami harus berlanjut ke acara berjalan menyusuri
medan, atau ma’rifatul medan untuk kegiatan Ranger
Patrol malamnya. Setelah membaca
postingan sebelumnya, testimony ‘orang
dewasa’ Pak Ary Wijaya, medannya cukup berat katanya, membuat ngos-ngosan. Mungkin, karena beliau membawa ‘tas ransel’, sementara
grup kami adalah anak-anak muda, dan tidak ada yang membawa ‘tas ransel’…
he…he… Alhamdulillah, grup kami
senang-senang saja.
Sepulang dari ma’rifatul medan,
kami masih punya waktu mendirikan bifak, sebelum bersiap-siap untuk mendirikan
sholat jum’at. Setelah bifak berdiri,
masing-masing kami mandi, lalu menuju ke lapangan untuk bersama-sama melakukan
sholat jum’at dan nantinya sholat jama’ qosor Ashar. Saya sempat mengingat dari isi kutbahnya, intinya
bahwa kita harus siap menjadi pelaku dalam momen perubahan besar.
Setelah makan siang, kami
bersiap-siap untuk outbound. Ada lima jenis outbound, voli air, meniti jembatan silang, menurun dengan tali
dari atas bukit (apa namanya?…), terjun ke air, dan terakhir line bridge atau meniti di jembatan tali.
Alhamdulillah, semua kami lewati, kecuali terjun ke air, 2 anggota grup
kami ‘belum mau’ terjun. Bahkan di voli
air grup kami mengalahkan grup 10 yang nantinya menjadi grup terbaik. Pada saat outbound
inilah hujan mengguyur deras, membuat bifak kami berantakan, dan tas-tas ransel
menjadi basah. Hujan deras itu nantinya
membuat lokasi base camp menjadi licin dan becek, sehingga nantinya Ranger Patrol tidak ada, diganti dengan Silent Opration.
Setelah mandi, sholat maghrib dan
isya’ di Musholla yang harus beberapa kloter, karena musholla tidak cukup
menampung semua peserta. Makan malam
menjadi nikmat setelah outbound, berbasah-basah.
Malamnya ada kegiatan Ceramah
oleh Ustadz Abu Yasir Kamino. Ada yang
datang menghampiri musholla, ada yang mendengarkan dari tenda bifak. Termasuk Penulis, awalnya sempat terdengar
suara dari tenda, lama-lama nggak terdengar lagi. Malah saya yang mengeluarkan suara, kata
teman. Suara apa tuh? ‘Ngorok’…he…he…alias tidur.
Nah ini, acara Silent Operation yang unik. Dibagi 2 kelompok benteng, binatang dan
gunung. Setiap grup harus mengirimkan
anggotanya untuk menjaga benteng masing-masing, kecuali 2 orang saja yang menjaga
tenda. 2 benteng itu saling berhadapan,
tugasnya adalah mengambil bendera lawan yang ada di benteng. Namanya juga… silent operation, ya harus diam-diam. Tidak boleh bawa senter, hati-hati jangan
sampai tertangkap, tiap kelompok benteng punya kode masing-masing kalau ketemu
peserta di kegelapan.
Ternyata…, benar-benar silent operation…. sampai menjelang 1/3
malam tidak ada pergerakan masing-masing kelompok benteng. Maka, panitia memprovokasi, dengan pengeras suara…semua peserta yang masih di
tenda, harus turun…ikut membantu teman yang sejak tengah malam menjaga
benteng. Akhirnya… pada keluar peserta
lain dari tendanya masing-masing, termasuk saya. Pas juga perut saya mules… akhirnya ikut
turun.
Anehnya… saya lupa, membawa
senter juga. Dengan menyalakan senter, Aku
berjalan mendekat ke benteng lawan, tetapi mampir dulu ah di toilet…perut
mules. Sudah masuk di toilet, saya
diteriaki oleh peserta benteng lawan….Yang di toilet… keluaaaarrrrr…. Banci,
sembunyi di toilet…. Waduh, gimana nih?
Sudah nyamanin aja BAB-nya… ah… Ditangkap gak apa-apa, batinku. Tapi…, wah kapan waktu habis nih. Gak bawa jam juga, waktu subuh juga belum
tahu, berapa lagi. Ya sudah… tunggu aja
di toilet, sampai waktu permainan Silent
Operation habis. Lama juga…ada
barangkali ¼ jam di toilet. Begitu bunyi
peluit panjang, tanda waktu habis, keluar toilet… sudah banyak peserta lain
yang ngantri. He…he…
Jadi ingat postingan ustadz
Widhayat, “Semakin kita terseok-seok di mukhoyyam, semakin membawa kesan
mendalam”. Maka, berbahagialah yang
terseok-seok….
(bersambung…)
Jakarta, 22 Mei 2012
Abu Fathi
Komentar
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar dengan tetap menjaga kesopanan