Bukan Mukhoyyam Ceria (lanjutan...)



Sabtu pagi yang cerah, setelah sholat subuh, peserta berkumpul dilapangan untuk senam pagi.  Senam ini cukup membuat keringat para peserta, bukan karena beratnya gerakan senam, tetapi terik sinar matahari yang membuat keringat bercucuran…he..he…

Masih dilapangan, kami sarapan bubur dan roti, cukup mengganjal perut ini.  Acara dilanjutkan dengan ceramah tentang Relawan Indonesia (Relindo), oleh Khairul Waalid.  

Haflah, karena waktu yang terbatas, sehingga hanya tampil beberapa grup saja.  Tidak semua grup dapat menampilkan kebolehannya.   Ada nasyid, ada drama ovj, ada stand up comedy.  Yah…cukup menghibur, yang pasti, penampilan stand up comedy membuat suasana ‘panas’ terjadi lagi… Hmmm… Ada gajah nelpon, ada kompor, dan ada sosis…he..he…

Setelah haflah, materi survival kembali disampaiakan oleh Khairul Waalid, intinya peserta mukhoyyam diberi pembekalan untuk dapat ‘survive’ ketika pada kondisi diluar kebiasaan, tersesat digunung, dihutan, ketika banjir, atau bencana alam lainnya.  Termasuk simulasi semua grup harus mencari disekitar berupa tumbuhan, atau hewan yang bisa dimakan agar tetap ‘survive’ bila kondisi itu terjadi.

Longmarch… inilaha kegiatan yang ditunggu-tunggu.  Bukan mukhoyyam namanya, kalau tidak ada longmarch… (maaf  mukhoyyam ‘orang dewasa’ ada longmarch gak sih?).  Boleh jadi inilah ‘ruh’nya mukhoyyam, karena akan banyak cerita di dalamnya.  Cerita sedih, sendu, perjuangan, heroik… semua ada sepertinya.  Teringat ketika mukhoyyam sebelumnya, tragedi Gunung Karang, dengan medan yang terjal, banyak tanjakan curam, licin, belum lagi antri alias macet, benar-benar menguras fisik dan menguji kesabaran.  

Untungnya, karena kami sudah mendengar cerita-cerita peserta gelombang awal, sehingga sedikit banyak mempunyai gambaran medan untuk longmarch kali ini.  

Setelah sholat, makan siang, kami bersiap-siap longmarch, sebelumnya merubuhkan tenda, membersihkan semua bekas sampah, dan berkemas-kemas dengan tas ransel masing-masing.

Kata ketua grup kami, barang-barang milik grup bisa dititipkan panitia.  Tetapi kalau ada yang nitip pakain kotor, maka akan dibuang oleh panitia.  Tak lama kemudian… peraturan berubah lagi, pakaian kotor boleh juga dititipkan.  Wah…makin ringan tas ini.  Hore….

Sebelumnya kami berkumpul di lapangan, mendengarkan pengarahan dari panita, termasuk diberikan sedikit gambaran medannya nanti.  Sore sekitar pukul 3.15 lebih, kami mulai bergerak untuk longmarch, kebetulan grup kami termasuk yang berangkat duluan. 

Diawal, kami harus berjalan nanjak, menembus semak belukar cukup lebat, lumayan tinggi.  Sebentar sih…  Setelah itu kami menemui jalan semen dan berbatu cukup lebar, kanan kiri masih banyak rumah penduduk, suara kambing mengembik masih sering terdengar.  Agak lama berjalan di jalan lebar dan berbatu itu, kami belok ke kiri, mulai memasuki jalan setapak. Menyusuri sungai kecil, kanan kiri jalan banyak ditumbuhi ilalang lebat dan tinggi-tinggi.

Jalan mulai masuk ke dalam, dengan tumbuhan cenderung basah.  Jalanan masih setapak, dengan tanah yang agak licin.  Alhamdulillah tidak hujan…, kalau hujan bisa jadi jalan yang kita pijak pasti licin dan basah, karena jalan itu memang sepertinya jalan untuk aliran air.  Udara juga makin dingin, karena semakin keatas.  Banyak kami jumpai akar-akar pohon yang lembab, yang mulai membusuk.  Beberapa kali kami melewati aliran sungai dengan air yang jernih.  Ada beberapa anggota grup kami, yang menyempatkan buang air kecil dan mengguyur mukanya dengan segarnya air gunung.  

Grup kami beberapakali melewati grup di depan kami yang sedang istirahat, karena memang mereka grup para ustadz yang secara usia dan fisik, jauh di atas kami-kami.  Sehingga memerlukan istirahat lebih banyak dibanding kami, anak-anak muda…he…he….   Grup kami juga sempat istirahat dua kali, untuk minum dan makan bekal yang diberi oleh panitia.  

Ketika istirahat, kami menyempatkan foto-foto.  Oh ya, sepertinya kami cukup lengkap mengabadikan mukhoyyam kali ini dengan foto, dalam tiap momennya.  Hampir tiap ada kesempatan, kami berfoto, bahkan grup lain pun kita foto.. he..he…   Kecuali pas kegiatan outbound saja yang tidak ada dokumentasinya, karena nggak memungkin membawa kamera dan hujan yang lebat.  Karena saking asyiknya berfoto, ketika kami istrirahat…,  tiba-tida di celanaku bagian depan menempel seekor pacet….  Kirain hanya di Jakarta ada pacet.  Hey… itu macet, bukan pacet.. he..he…  Waduh… gimana ini?  Deg-degan juga…   Akhirnya makhluk kecil penghisap darah itu, belum sempat menghisap darahku, karena keburu aku usir paksa.

Karena jalur yang terus nanjak, dengan tumbuhan lebat, belum lagi udara dingin, cukup menguras cairan tubuhku.  Hampir seperempat air madu di botol aqua besar, aku teguk, demi menghilangkan dahaga itu.

Tampak dari kejauhan seperti kolam air, juga berdiri bangunan seperti rumah penduduk, dan bangunan masjid.  Semua bangunan itu terbuat dari kayu. Tempat inilah yang kita tuju, untuk istrirahat nantinya.  

Setengah jam mebelum maghrib, hampir 2, 5 jam kami berjalan, akhirnya sampai juga di puncak lembah ini.  Puncak ini berada ditempat agak rendah, ditengah dikelilingi bukit.   Ada beberapa keluarga yang menempati rumah.  Termasuk, penduduk di tempat inilah yang memakmurkan masjid.   Menjelang masuk maghrib, semua grup telah berada di tempat ini.  

Disini kami istirahat, ada mandi, cuci muka, melepaskan semua beban ransel yang digendong-gendong selama 2,5 jam.  

Setelah sholat maghrib dan jama’ qosor Isya’, grup kami segera merebahkan tubuh di dalam tenda, sedangkan tas kami berada di masjid.  Ada yang menyalakan api unggun, menanak nasi untuk makan malam, membuat indomie, atau hanya sekedar mengobrol sambil makan perbekalan yang dibawa. 

Malam semakin larut, tidak semua grup tertampung di tenda besar yang disiapkan panitia.  Terpaksa grup yang belakangan sampai, mereka menggelar tenda sendiri, sebagian ada yang menumpang tidur dihalaman panggung rumah penduduk.

(bersambung...)

Jakarta, 23 Mei 2012
Abu Fathi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Subhanalloh… Istriku Antar Jemput Sekolah

Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku

Sepenggal Cinta Murobbiku