Pertemuan Terakhir

(dimuat di Islamedia)


Malam Ahad, adalah prime time waktu saat sekumpulan orang-orang ini untuk bertemu pekanan, halaqoh.  Tetapi ada yang lain halaqoh kali ini,  pertemuan pekanan hari itu dihadiri oleh dua orang Murobbi.  Ada seseorang yang baru diantara kumpulan orang-orang itu.  Ya… karena hari itu adalah pertemuan terakhir, bagi Murobbi lama untuk berpisah dengan para mad’u (binaannya).  Karena Murobbi yang lama mendapat amanah dakwah baru, untuk mendampingi halaqoh yang lain.

Seperti biasa, awalnya acara pertemuan pekanan itu berjalan biasa, dibuka oleh seorang anggota halaqoh yang mendapat giliran MC, dilanjutkan tilawah, dan seterusnya.  Kemudian tibalah waktunya Murobbi yang lama menyampaikan kata-kata perpisahannya.

Mendadak suasana berubah, menjadi hening, semua  diam, tercekat.  Agak lama berselang… dengan suara perlahan, sedikit bergetar,  Murobbi lama mulai membuka dengan salam dan sholawat.  Nampak wajah-wajah binaannya dengan mimik serius, cenderung sedih.

“Ikhwah…sekalian yang dimuliakan Allah….”

‘”Hari ini adalah pertemuan terakhir kebersamaan kita, nanti setelah ini, antum akan didampingi Murobbi baru… akh Dody”.

“Dalam kesempatan yang baik ini, saya minta maaf kepada antum semua, selama ini banyak ucapan, perbuatan, dan tingkah laku saya yang membuat antum semua tersakiti”.   

“Banyak sudah kenangan kita, menjadi warna dalam sejarah hidup kita, semoga menjadi kebaikan, dan semoga Allah mencatat semua kebaikan-kebaikan itu, sehingga semakin memperberat timbangan amalan kebaikan kelak di Yaumil Hisab”.

“Pesan saya… tetaplah istiqomah, antum mergabung dengan jamaah ini, karena bagaimanapun orang yang berjamaah lebih baik dari pada sendirian, sekalipun solih.  Bukankah, kambing sendirian lebih mudah diterkam oleh serigala, dari pada kambing yang bergerombol.   Karena antum akan mendapat semakin banyak kenikmatan, dengan berjamaah”.

“Dan terakhir… antum harus tetap ngeyel, ngeyel… untuk selalu datang halaqoh, kecuali ada alasan yang syar’i.  Dengan kondisi ringan maupun susah, hujan, meninggalkan waktu berkumpul dengan keluarga… semua kesulitan-kesulitan itu maka, akan mempunyai kenikmatan tersendiri ketika antum harus mendatangi halaqoh”.

“Itu saja yang dapat saya sampaikan, mohon maaf…. Assalamua’alaikum….”

Kemudian tibalah para mutarabbi (binaan) untuk menyampaikan kesan dan pesannya.
Mulai dari sebelah kanan, akh Dayat…

Akh Dayat adalah seorang anak betawi asli, anak seorang mantan Lurah.  Keluarganya cukup disegani.  Orangnya suka sekali melucu, melontarkan joke-joke yang sering membuat teman-teman yang lain tertawa. 
“Sebelumnya, kangen saya dengan Pak Rahmat terobati, sudah dua pekan saya tidak ketemu…”

“Awalnya mengenal Pak Rahmat, orangnya baik, santun, dan pendiam.  Sementara saya suka ngocol.  Awalnya saya… merasa tidak akan diterima di jamaah ini, tetapi berjalannya waktu saya ‘terwarnai’ dengan nasihat-nasihat Bapak”.

“Dan, mohon maaf, saya juga sering membuat suasana tidak serius, sehingga kadang-kadang Pak Rahmat juga terbawa dengan sikap saya”

“Insya Allah… kita tetap bertemu Pak, dikesempatan yang lain…”.

Giliran akh Dede, Wisnu, Mardiono, menyampaikan masing-masing kesannya.  Akh Dede menyampaikan bahwa, yang paling berkesan ketika, tidak pernah lelah Pak Rahmat selalu menemani ta’aruf.   Beberapa kali ta’aruf tempatnya jauh, sampai harus kena tilang Polisi, akhirnya jodohnya akhwat  tetangga kampung sendiri.  

Kemudian akh Wisnu…, dengan suara parau menyampaikan kesannya.  Sepertinya Wisnu terlihat paling sedih malam itu.  Karena cukup lama saya mengenal Wisnu, sejak sekolah di STM sampai sekarang sudah mempunyai satu anak.  Bahkan saat menikah pun saya yang menjadi saksinya, karena orang tuanya mempercayakan ke saya.

Akh Wisnu berkata,

“Sebelumnya, saya bilang ke orang tua, bahwa hari ini pertemuan terakhir dengan Pak Rahmat.  Kenapa…? Kata orang tua saya… kok diganti?   Orang tua ikut sedih…, karena mereka mengenal betul dengan Pak Rahmat”.

“Dan Pak Rahmat, tahu banget tentang saya…, sejak saya sekolah di STM, belum apa-apa, kuliah, kemudian sampai sekarang sudah menjadi apa-apa, walaupun kecil”
“Terima kasih Pak….”.

Sambil sedikit terisak-isak, Wisnu menyudahi kesannya…

Saya mendengarnya, ikut terbawa, tak terasa… mata saya ikut basah mendengar untain cerita yang disampaiakan Wisnu.

Mardiono, sang mas’ul, juga demikian, sedih karena harus berpisah…, 

“Tetapi masih ada PR  Pak… buat saya.”

“Saya kan lagi ta’aruf…”

Oh iya…, saya masih mempunyai amanah.  Karena binaan saya ini sedang proses ta’aruf.  Sehingga masih meminta saya untuk mendampingi, sampai nanti kalau Allah mentakdirkan menikah.
Terakhir…, akh Didit, seorang duda beranak satu, seumuran saya, yang belum setahun bergabung dengan halaqoh ini.  Menyampaiakan kesannya, terutama materi-materinya sangat menggugah, yang telah diterimanya selama ini. 

Ada empat orang lagi yang tidak hadir malam itu, dua orang karena harus kerja shift, mendampingi istrinya yang baru melahirkan, dan satu lagi anaknya sakit.

Sebelum acara dilanjutkan oleh Akh Dody, Murobbi baru…, saya berpamitan… dan menyempatkan bersalaman dengan menempelkan dada-dada mereka.  Tak terasa…. kembali mata ini berkaca-kaca.  Sepertinya pertemuan dengan mereka baru kemarin, sebentar saja, ternyata… sudah 8 tahun lebih, kami bersama mereka.

‘Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui, bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan cinta hanya kepada-Mu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam menyeru di jalan-Mu, dan berjanji setia untuk membela syari’at-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukilah jalan dan penuhi dengan cahaya-Mu yang tidak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakal kepada-Mu, hidupkanlah dengan ma’rifat-Mu.  Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.  Amin’

Jakarta, 27 Mei 2012
Abu Fathi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Subhanalloh… Istriku Antar Jemput Sekolah

Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku

Sepenggal Cinta Murobbiku