Bukan Mukhoyyam Ceria (Penutup)
Udara yang luar biasa dingin,
memaksa saya bangun, karena sebentar lagi masuk subuh. Antrian wudhu sudah mulai mengular, apalagi
antrian ke WC, wow… lebih panjang.
Bayangkan ada 200 orang lebih, hanya ada 1 tempat WC… he…he….
Setelah sholat subuh, bertebaranlah
para peseta, ada yang masih setia antri di WC, ada yang tilawah, ada mulai
menyalakan kompor, ada yang masih menghangatkan tubuhnya dengan api unggun,
yang jelas pagi itu semua terlihat sibuk.
Bagaimana tidak sibuk, sebentar lagi kita akan ada longmarch, peristiwa yang besar dari sebuah rangkaian mukhoyyam. Tentunya dengan durasi lebih lama dari yang
pertama. Sehingga masing-masing harus
siap, baik secara ruhyah, maupun fisik.
Ada yang unik pagi itu, sarapan
yang melimpah ruah. Banyak yang menanak
nasi, tentu lengkap dengan lauknya.
Sehingga grup kamipun kecipratan nasi dan lauk dari grup tetangga. Padahal grup kami tidak ada yang membawa alat
memasak. Lebih unik lagi, ada yang
lauknya ayam kampung, tidak tanggung-tanggung… ayamnya baru ditangkap
malamnya. Wuih… sarapan yang luar biasa
untuk ukuran mukhoyyam.
Seperti biasa ritual pagi, kami
ada senam-senam kecil, untuk peregangan.
Termasuk panitia menanyakan kepada peserta yang mempunyai riwayat
penyakit, sehingga kalau tidak kuat longmarch,
bisa diantisipasi sebelumnya. Tak lupa
juga, sebelum berangkat, kita memberikan sedikit uang ‘kadeudeuh’ kepada
penduduk di tempat itu, dana Rabhtul ‘Am
kata Pak De Muslihan.
Sekitar pukul 6.30, Longmarch dimulai, dengan grup yang
paling lemah bergerak. Diikuti grup
lain. Grup kami ada di tengah, tidak di
awal tidak juga diakhir.
Perkiraan saya, medannya aku menurun
terus. Ternyata meleset. Jalanan tidak melulu turun. Sekali-sekali ada tanjakan, tetapi untungnya
kondisi jalanan yang cenderung kering, dan cukup lebar. Begitu juga pepohonan, bukan lagi tumbuhan
berjenis lembab. Sebaliknya, lebih
banyak pohon yang sengaja ditanam, bukan lagi tumbuhan liar. Kami banyak menjumpai pohon kopi, singkong,
lainnya yang di tanam oleh penduduk.
Artinya, tempat ini lebih banyak dilalui manusia, dibanding saat longmarch pertama medannya banyak
dilalui pacet… he...he….
Sampailah kita di pertengahan longmarch kedua, sebuah bukit yang cukup
luas datarannya. Sekitar 2 jam kami
menempuh perjalanan sampai di pertengahan longmarch
ini. Kami berhenti di sebuah bukit. Sebuah
bukit yang konon sudah dimiliki oleh seorang mantan jenderal, mantan menantu
orang nomor satu di Negeri ini.
Air dan perbekalan lain, menjadi
santapan yang pas setiap peserta. Cukup
lama kita istirahat di tempat ini, bahkan foto bersama seluruh peserta mukhoyyam sempat kami lakukan.
Setelah itu kami jalan lagi, seperti
biasa jalan yang terus menurun. Bahkan
kami sempat melewati hutan pinus, yang jalanan menurunnya cukup tajam. Untungnya tanahnya tidak licin, tumpuan kaki
kami masih kuat menahan beban tubuh dan tas ransel. Berat memang bagi ‘orang dewasa’ yang membawa
2 tas ransel, he… he….
Kami juga melewati sungai
bebatuan dengan air yang jernih, khas sungai pegunungan. Sawah-sawah hijau yang membentang disepanjang
sungai itu, mengingatkan kampung halaman kami.
Mengingatkan tempat main kami waktu kecil. Sebab, lama hidup di Jakarta, tidak bisa lagi
menjumpai sawah-sawah lagi.
Setelah sungai itu, kami mulai
melihat rumah-rumah penduduk. Dan benar,
kita sudah melihat jalan beraspal. Wah,
sebentar lagi akan sampai finish.
Tetapi tidak disangka tidak
diduga, jalanan aspal di kampung penduduk itu terus menanjak. Cukup membuat langkah kaki kami yang tadinya
santai, berubah ekstra keras lagi kerja otot-ototnya. Kata panitia 500 meter lagi. Wah… masih panjang rupanya?
Tanjakannya cukup tajam, membuat ketua grup kami memutuskan istirahat
sebentar. Merelakan anggotanya yang
masih kuat, untuk berjalan duluan didepan.
Dengan nafas terengah-engah,
sampailah kami di tempat finish, sebuah sekolahan SD. Sekitar pukul 11 siang kami sampai. Sehingga, sekitar 4 jam kami berjalan di longmarch yang kedua ini.
Alhamdulillah sampai juga, walau
tidak harus yang pertama. Yang jelas
masih berjalan kaki. He…he… sebab ada
peserta lain yang naik ojeg.
Hidangan sate dan sop kambing,
menutup rasa lelah kami. Banyak sudah
kenangan mukhoyyam kali ini. Dan semoga masih dipertemukan dengan mukhoyyam tahun depan.
Selesai…
Jakarta, 24 Mei 2012
Abu Fathi
Komentar
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar dengan tetap menjaga kesopanan