Abang Tidak Naik Kelas

 

Waktu itu tahun 2019, Abang Haqi kelas 2 di SMP IT Baitul Maal.  Pas hari pembagian raport, kami selaku orang tua diminta hadir, menemui Kepala Sekolah.

Di dampingi guru wali kelas, Pak Hasyim, di ruangan Kepala Sekolah Bu Wirda  menyampaikan bahwa, Haqi tidak naik ke kelas 3.  Mimik muka langsung berubah, gemetar saya memohon untuk dinaikkan percobaan dulu, sambil dipantau.  Usulan saya ditolak, kata Ibu Kepala Sekolah, “Nanti saya menzdolimi banyak orang”.  Dalam hati saya, menzdolimi bagaimana maksudnya?

Menurut guru Wali Kelas, Haqi sering tidak masuk, maka otomatis sering tidak mengumpulkan tugas, sehingga tingkat kehadirannya kurang dari 80%, karena syarat kelulusan, salah satunya kehadiran minimal 80%.  Dan terus terang, kami baru tahu syarat ini sekarang.  Atau kami yang kuper.  Karena 2 kakaknya juga lulusan BM tidak ada syarat kehadiran 80% ini.

“Kenapa tidak ada peringatan sebelumnya?”

“Sudah Pak, saya sampaikan ke Haqi?”

“Kok Haqi gak pernah bercerita ya ke saya”

“Baiklah, anak saya tinggal di kelas 2 tidak apa-apa” keputusan akhir saya

Ternyata, Kepala Sekolah justru tidak setuju, kalau Haqi tetap tinggal di kelas 2, nanti akan mengganggu secara psikologis, karena teman-temannya semua naik ke kelas 3.

Bu Wirda memberi opsi, tetap naik ke kelas 3, tetapi harus pindah ke sekolah lain. Deg… dadaku bergemuruh, sebagai ayah tersinggung saya, Alhamdulillah saya tidak melampiaskannya dengan amarah.

Hati saya guncang, sebodoh apa sih Haqi, sehingga pihak sekolah tidak mau meluluskan. 

Sudahlah,  kami manut saja, tidak ingin banyak berpolemik.  Yang jelas, kami harus menyampaikan ini semua ke Haqi, karena dia tidak dikasih tahu sebelumnya. 

Setelah mengisi formulir pengunduran diri Haqi atas permintaan sendiri, padahal dikeluarkan, bukan atas permintaan sendiri.  Kami izin pamit, sambil mengucapkan bnayak terima kasih, sudah mendidik anak kami Haqi, sejak dari SD, sampai sekarang kelas 2 SMP.

Tetapi, menurut Haqi, katanya, tidak pernah ada teguran sebelumnya dari Pak Hasyim, bahwa kehadirannya kurang dari 80%.

Atau seharusnya kan bisa tertulis, disampakan ke orang tuanya, pemberitahuan bahwa kehadiran harus 80%. Sebagai peringatan,  sehingga kami bisa mengejar ketertinggalan kehadiran itu.  Tetapi tidak ada juga surat formal itu.

Bagi kami tidak masalah, Haqi kalem saja, karena anaknya memang cool.

Haqi segera move on, dia melanjutkan kelas 3-nya di SMP Muhammadiyah 3 Ciledug di Parung Serab, dekat rumah, ke sekolah juga hanya jalan kaki 10 menit.

Alhamdulillah, sekarang Haqi sudah kelas 2 di SMK Bina Informatika jurusan Multimedia.  Teman-teman SMP-nya sampai sekarang masih suka main ke rumah.  Semangat ya Bang…





Manna, 22 Juli 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Subhanalloh… Istriku Antar Jemput Sekolah

Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku

Sepenggal Cinta Murobbiku