Pamanku : Mang Husen
Aku punya paman, namanya Mang Husen, dia
adiknya Ibu. Waktu aku masih kecil,
kelas 2 SD, Mang Husen baru nikah dengan Bi May, dan melakukan honey moon
ke rumahku di Delanggu, Klaten. Oleh
Bapak disewakan mobil, diajak tamasya ke Borobudur. Termasuk ikut juga sepupuku
Cuek Elin yang juga baru nikah dengan Kang Aep.
Setelah itu, Mang Husen ikut kerja dengan
Bapakku. Bapak mempunyai usaha industri rumahan berupa pembuatan kerupuk, dan
banyak mempekerjakan Saudara-saudara sendiri dari daerah asal Orang Tua yaitu
Ciamis, Jawa Barat.
Awalnya Mang Husen bekerja sebagai pencetak krupuk,
dari adonan dicetak menjadi kerupuk yang belum di kukus. Setelah agak lama, ganti posisi, menjadi Pedagang Kerupuk. Kerupuk yang sudah matang, diantar ke warung-warung,
dengan menggunakan sepeda.
Setelah sekian lama ikut dengan Bapak, Mang Husen
memutuskan berhenti, dan kembali pulang ke Daerah asalnya Ciamis, karena memang
selama bekerja ikut dengan Bapak di Delanggu, Istri dan anaknya tinggal di
Ciamis.
Lama aku tidak mendengar kabar Mang Husen,
semenjak aku SMA, sekitar tahun 88-an tidak lagi bertemu Mang Husen, kecuali
kalau keluarga kami mengunjugi rumah Bapak yang ada di Ciamis. Sering ketemua dia, karena rumahnya tidak
jauh dari rumah Bapak di Ciamis.
Tahun 1998, saat aku nikah di Jakarta, Mang
Husen ikut hadir di pernikahanku. Disini aku baru tahu, setelah tidak lagi
kerja dengan Bapak, ternyata mengadu keberuntungannya di Cirebon, dagang
kerupuk juga.
Tahun 2011, saat Bapak meninggal, ketemu mang
Husen di rumah di Delanggu. Dari sini
kemudian Mang Husen minta alamat rumahku di Jakarta, ternyata dia sudah lama di
Jakarta, tepatnya di Jatinegara. Dia
Bersama teman-temannya sudah 5 tahun lebih berjualan macam-macam sepatu dan
sendal buatan Tasik di Pasar Jatiegara.
Sejak itulah, Mang Husen mulai sering main ke
rumahku di Tangerang Selatan.
Kalau lagi gak jualan, dia main ke rumahku.
Mungkin bisa dua bulan sekali datang.
Awal pertama datang ke rumahku, Mang Husen mau minjam uang buat biaya
kuliah anaknya. Tetapi sebelumnya aku
sudah diberi pesan oleh Ibu, kalau Pamanmu minjam uang, jangan dikasih. Aku tidak nanya ke Ibu, alasan nggak boleh
kasih pinjam ke Mang Husen. Tetapi kalau
kamu ada uang, kasih aja, bukan minjam.
Itu pesan Ibu.
Maka setiap kali Mang Husen ke rumah, aku sudah
tahu maksudnya. Dan setiap kali datang
ke rumah aku selalu ingat pesan Ibu.
Kalau kamu ada uang, kasih aja dia.
Setelah berapa lama, aku mendengar dari banyak
Saudara, ternyata Mang Husen ini, punya kebiasaan, kalau pinjam uang, tidak
pernah mengembalikan. Hehehehe….
Manna, 11 Juli 2021
Komentar
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar dengan tetap menjaga kesopanan