Setiap Anak Itu Unik

Hari itu Rabu, 25 November 2009/8 Dzulhijjah 1430 H anak saya yang nomor dua, Salwa Nadifa Muhafidzoh, kelas 2 SD, kembali tidak mau sekolah untuk yang kesekian kalinya. Ini entah yang keberapa, saya sampai tidak ingat..he..he.., karena seringnya anak saya ini tidak mau berangkat ke sekolah.

“Hari ini Kak Difa sekolah kan…?” tanya saya pada anakku yang sedang sedang duduk di kursi, setelah dia keluar dari kamar mandi.

Kenapa saya tekankan untuk mau berangkat sekolah, karena hari ini dia bangun cukup pagi. Ya, pukul 05.00. Dan biasanya ketika anak saya ini dari pagi sudah bangun, maka Ia akan memulai aktivitasnya dengan semangat, termasuk berangkat ke sekolah. Ternyata dugaan saya meleset, walaupun sudah bangun pagi, Kak Difa tetap pada pendiriannya… tidak mau sekolah!!. Sebab sebelum-sebelumnya sudah saya tandai, kalau hari itu tidak mau berangkat sekolah, pagi-pagi dibangunin agak susah. Atau kalau pun sudah bangun, tetap pura-pura masih ngantuk. Nah, ini tanda-tanda anak saya Difa tidak mau berangkat ke sekolah. Tetapi hari ini anomaly, di luar kebiasaan anak saya.

“Kenapa Sayang…, kok nggak mau sekolah…?” Kak Difa tidak menjawab, sambil tersenyum simpul

“Disekolah kan enak, banyak teman…, bisa main…, boleh jajan…” Semua gambaran sekolah yang menyenangkan sengaja saya sebutkan, untuk membangkitkan ‘imaginasi positif’ pada anak saya. Sehingga dengan penggambaran tentang sekolah yang menyenangkan itu akan cepat tertangkap pada memori anak saya, yang pada akhirnya mau berangkat ke sekolah.

“Kak Difa, kan sayang sama Abi…?”

“Sayang…” Jawab anakku singkat.

“Kalau Kak Difa sayang sama Abi… Abi minta tolong sama Kak Difa… sekolah ya sayang…”
Sebenarnya aku coba memancing emosi hati anak saya. Barangkali dengan kata-kata yang menyentuh emosinya, akan luluh hatinya. Ternyata usaha saya belum berhasil. Kak Difa masih belum mau mengatakan ‘ya’ untuk sekolah.

“Coba… Kak Difa sebutin alasannya… kenapa nggak mau ke sekolah?” Anak saya masih belum mau bicara. Hmm… barangkali harus saya pancing lagi.

“Sekolahnya capek ya… pulangnya sampai sore…?”
“Disekolah banyak PR…?

Dan masih ada beberapa kalimat lagi (yang intinya menggambarkan hal-hal yang tidak menyenangkan di sekolah) yang saya tanyakan pada Kak Difa, ternyata semua petanyaan itu diangguk-kan olehnya.

Ternyata perkiraan saya tidak meleset, saya sengaja memberikan gambaran pada anak saya tentang sekolah, dengan penggambaran yang tidak menarik. Ternyata itu semua sejalan dengan yang ada difikiran anak saya, sehingga ia tidak ‘menikmati’ dengan kegiatan yang namanya sekolah. Sebab yang ada difikiran anak saya, barangkali sekolah itu seolah-olah adalah kegiatan yang sama sekali tidak menarik.

Pernah hal ini saya tanyakan kepada guru wali kelasnya Difa, ketika mengambil raport. Bu Gurupun menjelaskan, bahwa sebenarnya anak saya ini cukup cerdas, hanya sekali mendengar atau membaca saja dia bisa menangkap pelajaran yang sedang diajarkan. Tetapi ya itu tadi, sering tidak masuk, sehingga sering ketinggalan pelajaran, menyebabkan menjadi banyak PR. Dan Alhamdulillahnya…Difa nilainya cukup bagus, termasuk ketika ada ulangan. Tetapi karena banyak nilai harian dari PR-nya yang tidak dikerjakan, maka ketika diambil nilai rata-rata di raportnya menjadi berkurang.

Mungkin saya bukan termasuk ayah yang suka memaksa anak harus rajin sekolah, rajin belajar, dapat nilai bagus. Tetapi saya membiarkan saja mereka, mencari kegiatan yang mereka sukai. Termasuk sekolah sekalipun, ketika anak saya lagi ‘bad mood’, maka saya tidak memaksa untuk berangkat sekolah. Yang penting bagi saya, untuk anak seusia mereka, biarkan ‘mengeksplore’ semua kegiatan yang disukainya. Tinggal nantinya saya akan tahu bakat anak ini apa, sehingga kita lebih banyak memperhatikan pada bakatnya, tidak memaksa.

Dan ini yang aku lihat pada Difa, ternyata dia lebih suka menyanyi, menari, atau menonnton. Ternyata hal-hal yang dapat divisualisasikan, dia lebih cepat menangkap atau menghafalnya. Termasuk lagu-lagu yang sering diputar di DVD Player, atau lagu-lagu di TV, Difa cepat menghafalnya. Atau ketika menghafal pelajaran dengan dibuat lagu, dia pun cepat menghafalnya.

Tetapi uniknya…, ‘kemalasan’ berangkat ke sekolah ini tidak terjadi pada anak saya yang pertama Rifdah ‘Afaf ‘Ufairoh, kelas 3 SD. Kakaknya ini cenderung rajin sekolah, bahkan hari Sabtu pun ikut les Bahasa Inggris di sekolah. Sewaktu kakaknya ini masih kelas 1 atau kelas 2 pun tetap rajin berangkat ke sekolah.

Itulah anak-anak, dan setiap anak itu adalah unik. Keunikan itu adalah anugerah. Terima Kasih Ya Allah.

Oleh Abu Fathi
Jakarta, 1o Muharam 1432 H /16 Des 2010 (ulang tahun ke-10 Masehi anakku 'Afaf)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Subhanalloh… Istriku Antar Jemput Sekolah

Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku

Sepenggal Cinta Murobbiku