Maka… Tersenyumlah…

Oleh Abu Fathi


Hidup ini pada dasarnya adalah kumpulan dari peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang terus berulang. Peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang berulang itulah yang sebenarnya akan menentukan warna pada kehidupan kita.

Warna seperti apa yang kita inginkan?... tergantung bagaimana kita ‘memaknai’ setiap peristiwa yang terus berulang itu. Seringkali kita kurang ‘memaknai’ keberulangan itu, karena menganggap tidak ada apa-apa dalam peristiwa itu, atau karena hal-hal yang kecil saja, padahal tidak.

‘Memaknai’ setiap peristiwa itu adalah termasuk bagaimana kebiasaan-kebiasaan kita yang kita lalui setiap hari didalam berumah tangga. Banyak hal yang bisa kita lakukan, satu saja misalnya, menunjukkan muka yang ramah dihadapan istri dan anak-anak kita, muka yang selalu tersenyum. Sudahkah kita menjadi orang yang selalu tersenyum didepan mereka? Atau tersenyum setiap ketemu dengan Saudara-saudara kita, teman-teman di halaqoh, tetangga di rumah, atau teman-teman di kantor.

Berbicara masalah senyum ini, ada kebiasaan yang sering aku lakukan ketika pagi hari terhadap anak-anak saya. Yaitu ketika mereka baru bangun pagi… aku sering menyambut anak-anakku dengan senyuman. Sambil aku panggil dengan panggilan kesukaannya, solihah… si cantik… atau si ganteng.

Atau pada kesempatan lain, kebiasaan senyum ini juga sering aku lakukan. Ketika pulang kantor misalnya, anak-anakpun akan senang, melihat Abinya sampai di rumah dengan senyumnya yang lebar (walaupun capek tentunya).

Begitu juga terhadap istri saya di rumah, aku berusaha untuk tetap senyum, pernah suatu ketika aku sedang makan malam dengan istriku. Setelah makanan dihidangkan, aku segera makan duluan.

Sambil mengambil nasi, istriku menanyakan bagaimana rasa masakannya kali ini.
“Enak nggak Bi…, masakannya?” Tanya istriku
“Enak juga…” jawabku sambil senyum-senyum
“Kok pakai juga sih…” protes istriku, karena melihat aku senyum-senyum
“Tadi Umi beli garamnya diwarung mana…?” tanyaku pada istri
“Biasa… di warung Pak Tampubolon… emang kenapa?” Istriku keheranan, barangkali dalam hatinya tumben suaminya nanya-nanya belanja di mana.
“Besok ganti ya warungnya… garam di warung Pak Tampubolon terlalu asin” Jawabku, sambil masih menyuap makanan.

Bukannya marah, istriku malah tersenyum-senyum. Barangkali akan lain jadinya, kalau aku langsung mengatakan bahwa masakannya keasinan.

Sambil terus tertawa, istriku lalu mencicipi makanan yang sedang aku makan. Ternyata memang rasa garamnya cukup ‘menyengat’, akhirnya ditambah kecap saja untuk mengurangi ‘sengatan’ garam itu.

Maka warnai hidup ini dengan senyuman, kita tersenyum pada orang, maka orangpun akan tersenyum pada kita, karena karakter manusia itu akan tertarik kepada orang yang menebar senyuman kepada orang lain dengan ikhlas, dan dia akan lari dari orang yang bermuka masam apalagi cemberut.

Pernahkah kita melihat burung yang terperangkap pada jaring pemburu? Sehingga menjadi ‘tawanan’ si pemilik jaring. Demikian pula dengan hati ini, jaring atau jala hati adalah senyuman. Ketika tersangkut pada jaring, maka kita akan menjadi tawanan pemburu. Senyum adalah cara yang mudah untuk menjaring hati orang lain. Kita tidak perlu melakukan apapun, cukup tersenyum dengan tenang dan ikhlas.

Seseorang yang senantiasa tersenyum memiliki pengaruh positif dan daya tarik khusus. Senyum adalah asset yang tersembunyi dalam diri kita dan kita sebenarnya memiliki itu semua, cuma kadang sebagian dari kita tidak mengetahui efektivitas dan pengaruhnya terhadap orang lain, sehingga belum atau tidak suka tersenyum.

How can I hate a person, who smiles at my face, bagaimana mungkin aku membenci seseorang yang selalu tersenyum padaku. (The Magic Smile, ‘Athif Abul 'Id)

Dr. Aidh Al-Qarni menggambarkan senyuman Nabi Besar Muhammad SAW, dengan tuturannya, “Beliau tersenyum seperti bulan purnama, dengan wajah yang lebih indah daripada matahari, dahi yang lebih elok dari bulan purnama, mulut yang lebih bersih dari pada bunga daisy, akhlak yang lebih basah dari kebun, cinta yang lebih lembut dari angin sepoi-sepoi, sering bercanda tetapi tidak berkata tentang sesuatu kecuali tentang kebenaran”.

Maka…tersenyumlah…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Subhanalloh… Istriku Antar Jemput Sekolah

Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku

Sepenggal Cinta Murobbiku