Ketika Ibuku Menangis…

Oleh Abu Fathi

Ketika aku masih seusia Sekolah Dasar, aku mempunyai seorang nenek. Oh ya, nenekku ini adalah ibu dari ibuku. Nenekku seorang yang sangat sederhana, ia bukanlah orang yang berpendidikan tinggi, bahkan berbahasa Indonesiapun tidak bisa. Ia hanya bisa berbahasa lokal yaitu sunda.

Tetapi ada satu peristiwa yang sampai sekarang aku masih teringat ketika seusia itu. Sehingga peristiwa itu menginspirasi saya untuk menuliskannya di Hari Ibu ini, tanggal 22 Desember.

Nenek saya hidup di salah satu kampung di kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Sedangkan kami hidup merantau jauh dari kampung nenek saya yaitu di Klaten, Jawa Tengah. Kami sering pulang kampung ke Ciamis ketika menjelang hari raya Idhul Fitri.

Nah, ini yang akan aku ceritakan…

Setelah Idhul Fitri kami bersiap untuk kembali pulang ke Klaten. Setiap kami akan berpisah, nenek selalu melepas kepergian kami dengan tangisan, sehingga nampak wajahnya basah dengan air mata. Peristiwa ini terus berulang, nenek selalu menangis ketika kami akan berpisah. Pada waktu itu, aku tidak faham kenapa nenekku selalu menangis setiap kami berpisah.

Setelah aku berkeluarga dan hidup merantau jauh dari orang tua, peristiwa itu terulang kembali. Kali ini bukan nenekku yang menangis, (karena memang nenekku sudah meninggal) melainkan ibuku sendiri yang menangis. Ya, setiap saya akan pulang kembali ke Jakarta, setelah beberapa hari berlibur di Klaten, ibuku juga menangis ketika kami akan berpisah. Ini juga terjadi setiap kami harus berpisah. Bahkan ketika saya berbicara lewat teleponpun, ibu saya menangis ketika saya akan mengakhiri pembicaraan untuk berpisah.

Itulah curahan perasaan seorang ibu terhadap anaknya, betapa di sangat memperhatikan kita, walaupun kita sudah dewasa dan berkeluarga, selalu saja ada kekuatiran terhadap anaknya yang tidak didekatnya. Dia ingin, anaknya selalu dalam kebaikan, tidak sakit, tidak kekurangan, tidak terkena musibah, selalu dalam lindungan-Nya.

Memang benar cinta ibu terhadap anaknya adalah tidak terbalaskan, kalau pun semua hidup ini kita abdikan untuk ibu kita, atau semua amalan kebaikan kita berikan kepada ibu, tidaklah bisa itu membalas semua kebaikan itu. Maka, benarlah adanya bahwa ridho Allah adalah ridho orang tua kita, terutama Ibu.

Maafkan Ananda Ibu…bila tidak, tidaklah bukan karena ridhomu Alloh ridho terhadap saya…

Jakarta, 22 Desember 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Subhanalloh… Istriku Antar Jemput Sekolah

Inspirasi Bapak Tua Penjual Buku

Sepenggal Cinta Murobbiku